SAHABAT 5 - THALHAH
BIN UBAIDILLAH RADHIYALLAAHU ‘ANHU – BIOGRAFI
Beliau ialah Thalhah bin
Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu bin Usman bin Ka’ab bin Sa’ad, seorang
sahabat Quraisy. Merupakan salah seorang daripada 6 (enam) orang sahabat
yang dicalonkan sebagai pengganti Khalifah Umar bin Khattab sepeninggalnya, dan
juga merupakan salah seorang yang dijanjikan syurga.
Setelah Khalifah Umar ditikam oleh Abu Luk-luk, ia sempat memyebut 6 orang sahabatnya sebagai calon penerus kekhalifahan, yaitu:
1. Usman Bin
Affan rhadiyallaahu 'anhu,
2. Abdul Rahman Bin Auf rhadiyallaahu
'anhu,
3. Ali Bin Abu
Talib rhadiyallaahu 'anhu,
4. Thalhah Bin
Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu,
5. Zubair
al-Awwam rhadiyallaahu 'anhu dan,
6. Saad Abi
Waqqas rhadiyallaahu 'anhu
Beliau selalu aktif di setiap peperangan
kecuali Perang Badar. Beliau telah menyertai peperangan Uhud dan menyumbangkan
suatu sumbangan yang besar Di dalam perang Uhud, beliaulah yang
mempertahankan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam sehingga terhindar dari
mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau.. Beliau telah
melindungi Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dengan dirinya
sendiri dan menahan panah dari terkena baginda dengan tangannya
sehingga lumpuh jari-jarinya.
Thalhah
Memeluk Islam
Beliau masuk Islam dengan perantaraan Abu
Bakar Siddiq rhadiyallaahu 'anhu. Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy,
ia memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya
kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat
mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua.
Pada suatu ketika Thalhah dan rombongan
pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah
garis hidupnya. Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak, "Wahai
para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?" "Ya,
aku penduduk Makkah," sahut Thalhah. "Sudah munculkah orang
di antara kalian orang bernama Ahmad?" tanyanya."Ahmad yang
mana?" Pendeta itu berkata: "Ahmad bin Abdullah. Bulan ini
pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu
ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke
negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera
menemuinya wahai anak muda," sambung pendeta itu. Ucapan pendeta itu
begitu membekas di hati Thalhah rhadiyallaahu 'anhu hingga tanpa
menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah.
Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya
kepada keluarganya, "Ada peristiwa apa
sepeninggalku?" "Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya
Nabi dan Abu Bakar telah mempercayai dan mengikuti apa yang
dikatakannya," jawab mereka. ”Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang
yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi
dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia
ahli sejarah Quraisy," berkata Thalhah rhadiyallaahu 'anhu.
Setelah itu Thalhah langsung mencari Abu
Bakar. "Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau
mengikutinya?" "Betul." Abu Bakar rhadiyallaahu
'anhu menceritakan kisah Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wassalam sejak
peristiwa di gua Hira' sampai turunnya ayat pertama.
Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita, Thalhah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang, lalu ia mengajak Thalhah untuk menemui Rasulullaah dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah rhadiyallaahu 'anhu langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita, Thalhah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang, lalu ia mengajak Thalhah untuk menemui Rasulullaah dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah rhadiyallaahu 'anhu langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Pengorbanan
Thalhah kepada Rasulullah
Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu
Bakar rhadiyallaahu 'anhu selalu teringat pada
Thalhah rhadiyallaahu 'anhu. Ia berkata, "Perang Uhud adalah
harinya Thalhah. Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah Shalallaahu
'Alaihi Wassalam. Ketika melihat aku dan Abu Ubaidah, beliau berkata
kepada kami: "Lihatlah saudaramu ini." Pada waktu itu aku
melihat tubuh Thalhah terkena lebih dari (70) tujuh puluh tikaman atau panah
dan jari tangannya putus."
Diceritakan ketika tentara Muslim terdesak
mundur dan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dalam bahaya
akibat ketidakdisiplinan pemanah-pemanah dalam menjaga pos-pos di bukit,
di saat itu pasukan musyrikin bagai kesetanan merangsek maju untuk melumat
tentara muslim dan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam, terbayang
di pikiran mereka kekalahan yang amat memalukan di perang Badar. Mereka
masing-masing mencari orang yang pernah membunuh keluarga mereka sewaktu perang
Badar dan berniat akan membunuh dan memotong-motong dengan sadis. Semua musyrikin
berusaha mencari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam.
Dengan pedang-pedangnya yang tajam dan mengkilat, mereka terus mencari
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Tetapi kaum muslimin dengan
sekuat tenaga melindungi Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam, melindungi dengan tubuhnya dengan daya upaya, mereka rela
terkena sabetan, tikaman pedang dan anak panah. Tombak dan panah menghunjam
mereka, tetapi mereka tetap bertahan melawan kaum musyrikin Quraisy. Hati
mereka berucap dengan teguh, "Aku korbankan ayah ibuku untuk engkau,
ya Rasulullah". Salah satu diantara mujahid yang melindungi
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam adalah Thalhah. Ia berperawakan
tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri. Ia melompat ke arah
Rasulullah yang tubuhnya berdarah. Dipeluknya Beliau dengan tangan kiri dan
dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan
yang mengelilinginya bagai laron yang tidak memperdulikan maut. Alhamdulillah,
Rasulullah selamat.
Thalhah memang merupakan salah satu
pahlawan dalam barisan tentara perang Uhud. Ia siap berkorban demi membela
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Ia memang patut ditempatkan pada
barisan depan karena Allaah menganugrahkan kepada dirinya tubuh kuat dan
kekar, keimanan yang teguh dan keikhlasan pada agama Allaah. Akhirnya kaum
musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam telah tewas.
Alhamdulillah, Rasulullah selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka.
Beliau dipapah oleh Thalhah rhadiyallaahu 'anhu menaiki bukit yang
ada di ujung medan pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah,
seraya berkata, "Aku tebus engkau Ya Rasulullah dengan ayah
ibuku." Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam tersenyum dan berkata, "Engkau adalah Thalhah
kebajikan." Di hadapan para sahabat Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalambersabda, "Keharusan bagi Thalhah adalah
memperoleh" Yang dimaksud nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam adalahmemperoleh surga. Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat
julukan "Burung elang hari Uhud."
Keteladanan
Thalhah Bin Ubaidillah
1. Al-Qarinain
atau sepasang sahabat yang mulia
Bagi keluarganya, masuk Islamnya
Thalhah rhadiyallaahu 'anhu bagaikan petir di siang bolong.
Keluarganya dan orang-orang sesukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam.
Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah sangat kokoh, mereka
akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak
muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu
di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memecut dan memukuli
kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki
Thalhah rhadiyallaahu 'anhu, yaitu ibu Thalhah, Ash-Sha'bah binti
Al-Hadramy. Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid
yang menyeret Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu dan
Thalhah rhadiyallaahu 'anhu, mengikat keduanya menjadi satu dan
mendorong ke algojo hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini.
Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar dan Thalhah
digelari Al-Qarinain (sepasang sahabat yang mulia).
2. Assyahidul
Hayy, atau syahid yang hidup.
Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan
ujian yang dihadapi Thalhah rhadiyallaahu 'anhu, semua itu tidak
membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam
menegakkan Islam, hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya antara
lain Assyahidul Hayy (syahid yang hidup). Julukan ini diperolehnya
dalam perang Uhud.
Saat itu barisan kaum Muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari sisi Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan Thalhah dari Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum Musyrikin. "Siapa berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga," seru Rasulullah. "Aku Wahai Rasulullah," kata Thalhah. "Tidak, jangan engkau, kau harus berada di tempatmu." "Aku wahai Rasulullah," kata seorang prajurit Anshar. "Ya, majulah," kata Rasulullah.
Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit kafir. Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan. Rasulullah kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja Thalhah mengajukan diri pertama kali.Tapi, senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11 prajurit Anshar gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah sendirian bersama Rasulullah, saat itu Rasulullah berkata kepada Thalhah, "Sekarang engkau, wahai Thalhah." Dan majulah Thalhah dengan semangat jihad yang berkobar-kobar menerjang ke arah musuh dan menghalau agar jangan menghampiri Rasulullah.
Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke bukit, kemudian kembali menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas. Saat itu Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah telah sampai di dekat Rasulullah. "Tinggalkan aku, bantulah Thalhah, kawan kalian," seru Rasulullah. Keduanya bergegas mencari Thalhah, ketika ditemukan, Thalhah dalam keadaan pingsan, sedangkan badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 70 luka bekas tebasan pedang, tusukan lembing dan lemparan panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah. Dikiranya Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup.
Karena itulah gelar syahid yang hidup diberikan Rasulullah. "Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah," sabda Rasulullah.
Sejak saat itu bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu, maka beliau selalu menyahut,"Perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya."
Hingga akhir hayatnya, perjuangan sahabat mulia itu tak kenal henti. Sebuah sejarah besar diukir, sejarah itu bernama "Thalhah bin Ubaidillah."
3. Thalhah
Al-Jaud wal Fayyadh - Pribadi yang Pemurah dan Dermawan
Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin
Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu patut kita contoh dan kita teladani.
Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa.
Thalhah merupakan salah seorang dari (8) delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu orang bernilai seribu orang. Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat.
Thalhah merupakan salah seorang dari (8) delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu orang bernilai seribu orang. Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat.
Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan lembah ? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu. Ia adalah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan.
Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah rhadiyallaahu 'anhu, katanya, "Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang,sandang dan pangannya."
Jaabir bin Abdullah rhadiyallaahu 'anhu bertutur, "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta. Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Thalhah si dermawan", "Thalhah si pengalir harta", " Thalhah kebaikan dan kebajikan".
4. Thalhah
Al-Khair (Thalhah yang baik)
Thalhah rhadiyallaahu
'anhu adalah pedagang besar. Pada suatu sore hari dia mendapat untung dari
Hadhramaut kira-kira 700.000 dirham. Malamnya dia ketakutan, gelisah dan risau.
Maka ditanya oleh istrinya Ummu Kaltsum binti Abu Bakar
As-Shiddiq, "Mengapa Anda gelisah, hai Abu Muhammad, Apa kesalahan
kami sehingga Anda gelisah?" Jawab Thalhah, "Tidak! Engkau
adalah isteri yang baik dan setia! Tetapi ada yang terfikir olehku sejak
semalam, seperti biasanya pikiran seseorang tertuju kepada Tuhannya bila dia
tidur, sedangkan harta ini bertumpuk di rumahnya.?" Jawab isterinya,
Ummu Kalthum, "Mengapa Anda begitu risau memikirkannya. Bukankah kaum
Anda banyak yang membutuhkan pertolongan Anda. Besok pagi bagi-bagikan wang itu
kepada mereka?" Kata Thalhah, "Rahimakillah. (Semoga Allah
melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!). Engkau wanita beroleh taufiq, anak orang
yang selalu diberi taufiq oleh Allah.? Pagi-pagi, dimasukkannya wang itu ke
dalam pundi-pundi besar dan kecil, lalu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin
kaum Muhajirin dan kaum Anshar."
Diceritakanya pula, seorang laki-laki
pernah datang kepada Thalhah bin Ubaidillah meminta bantuannya. Hati Thalhah
tergugah oleh rasa kasihan terhadap orang itu. Lalu katanya, "Aku
mempunyai sebidang tanah pemberian Utsman bin 'Affan kepadaku, seharga tiga
ratus ribu. Jika engkau suka, ambillah tanah itu, atau aku beli kepadamu tiga
ratus ribu dirham?" Kata orang itu, "Biarlah aku terima
uangnya saja." Thalhah memberikan kepadanya uang sejumlah tiga ratus
ribu.
Beliau terkenal sebagai seorang yang
sangat pemurah. Pada suatu masa beliau berhutang lima puluh ribu dirham dari
Utsman bin Affan rhadiyallaahu 'anhu. Untuk beberapa lama beliau belum
dapat membayar hutangnya itu. Suatu hari Thalhah bin Ubaidillah bersama dengan
Utsman bin Affan yg sedang berjalan menuju ke Masjid besar
Madinah. "Utsman." kata Thalhah bin Ubaidillah,
"sekarang saya sudah mempunyai cukup uang untuk membayar hutang
saya." "Saya hadiahkan uang itu kepadamu, sebab kau selalu
berhutang bagi menanggung keperluan orang-orang lain," Jawab Utsman
bin Affan rhadiyallaahu 'anhu.
Wafatnya
Thalhah
Talhah bin Ubaidillah meninggal dunia
pada tahun 36 Hijrah bersamaan 656 Masehi. Thalhah wafat pada usia 60 (enam
puluh) tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di
Basra. Beliau meninggal dunia terkena panah pada peperangan Jamal. Sewaktu
terjadi pertempuran "jamal", Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan
Ali, dan Ali memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah
panah mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa
lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam ia wafat.
Tidak ada kegembiraan paling diharapkan
sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam, melebihi kedudukan yang
disandangkan kepada Thalhah bin Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu.
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam
pernah berkata kepada para sahabat, "Orang ini termasuk yang gugur
dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi maka
lihatlah Thalhah."
Hal itu juga dikatakan Allaah dalam
firman-Nya : "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allaah, maka diantara mereka ada
yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka
sedikitpun tidak merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23).
Teriring doa untuk Thalhah bin
Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu, semoga kita bisa mengambil manfaat dari
kisah kehidupan beliau.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan