Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
'anhu adalah sahabat yang terkemuka di kalangan umat Islam sekaligus
sepupu Nabi Muhammad yang menjadi khalifah ke-4 (khulafaur rosyidin) setelah
kekhalifhan Utsman bin Affan.
Ali adalah sosok yang cerdas dan tampan. Tumbuh berkembang dalam didikan rumah tangga kenabian, dialah orang pertama yang masuk Islam dari golongan anak kecil. Sejak kecil Ali telah berada dalam didikan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam, sebagaimana dikatakannya sendiri: "Nabi membesarkan aku dengan suapannya sendiri. Aku menyertai beliau kemanapun beliau pergi, seperti anak unta yang mengikuti induknya. Tiap hari aku dapatkan suatu hal baru dari karakternya yang mulia dan aku menerima serta mengikutinya sebagai suatu perintah".
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz,
Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun
sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau
600(perkiraan) dan ada juga yang menyebutkan tahun ke dua puluh sebelum
kenabian. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wassalam
masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun,
ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
Ali bernama asli Haydar bin Abu
Thalib, paman Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Haydar yang
berarti "Singa" adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk
mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara
kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama
Haydar, Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam memanggil
denganAli yang berarti "Tinggi (derajat di
sisi Allah)."
Ayahnya adalah: Abu Thalib, paman
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam, bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin
Abdi Manaf, bin Qushayy. Ibunya adalah: Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin
Abdi Manaf. Saudara-saudara kandungnya adalah: Thalib, 'Uqail, Ja'far dan
Ummu Hani.
Dengan demikian, jelaslah, Ali
adalah berdarah Hasyimi dari kedua ibu-bapaknya. Keluarga Hasyim memiliki
sejarah yang cemerlang dalam masyarakat Mekkah. Sebelum datangnya Islam,
keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan
pemegang kepemimpinan masyarakat. Ibunya adalah Fathimah binti Asad, yang
kemudian menamakannya Haidarah. Haidarah adalah salah satu nama singa, sesuai
dengan nama ayahnya: Asad (singa). Fathimah adalah termasuk salah seorang
wanita yang terdahulu beriman dengan Risalah Nabi Muhammad Shalallaahu
'Alaihi Wassalam. Dia pula-lah yang telah mendidik Nabi Shalallaahu
'Alaihi Wassalam, dan menanggung hidupnya, setelah meninggalnya bapak-ibu
beliau, Abdullah dan Aminah. Beliau kemudian membalas jasanya, dengan
menanggung kehidupan Ali, untuk meringankan beban pamannya, Abu Thalib, pada
saat mengalami kesulitan ekonomi. Saat Fathimah meninggal dunia,
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam yang mulai mengkafaninya
dengan baju qamisnya, meletakkannya dalam kuburnya, dan menangisinya, sebagai
tangisan seorang anak atas ibunya.
Kehidupan
Awal
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak
memberi hiburan bagi Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam karena beliau
tidak punya anak laki-laki.Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi
kesempatan bagi Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam bersama istri
beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini
sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi
Shalallaahu 'Alaihi Wassalam sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari
kecil Ali sudah bersama dengan Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wassalam
Ali adalah anak bungsu dari kedua orang
tuanya, selain Ja'far, Uqail dan Thalib. Saat Abu Thalib mengalamai krisis
ekonomi karena kekeringan yang melanda, seperti yang dialami oleh orang-orang
Quraisy, Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam menyarankan kepada
kedua pamannya: Hamzah dan Abbas untuk turut membantu meringankan beban
saudaranya, Abu Thalib, dengan menanggung biaya hidup anaknya. Maka keduanya
pun memenuhi permintaan tersebut. Mengetahui hal itu, Abu Thalib berkata kepada
kedua saudaranya tersebut,: "Ambillah siapa yang kalian ingini, namun
tinggalkanlah Uqail, untuk tetap aku didik." Uqail adalah anak yang paling
disayangi oleh Abu Thalib. Maka Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil Ja'far
dan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam mengambil Ali.
Adalah Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam bagi anak sepupunya, Ali, bertindak sebagai bapak, saudara,
teman, dan guru pendidik. Dan Ali pun menerima beliau pengganti kedua orang
tua, dan keluarganya. Sehingga ia pun terdidik dalam didikan
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Ia Merupakan keturunan puncak
keluarga Hasyimiah, yang darinya terlahir kemuliaan, kedermawanan, sifat
pemaaf, ksaih sayang dan hikmah yang lurus.
Seperti diriwayatkan, ia tumbuh menjadi
anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang juga
menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera
berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda
seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam saat beliau hijrah, dengan
menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat,
seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng
Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.
Sifat-sifat
Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
'anhu adalah seorang dengan perawakan sedang, antara tinggi dan
pendek. Perutnya agak menonjol. Pundaknya lebar. Kedua lengannya berotot,
seakan sedang mengendarai singa. Lehernya berisi. Bulu jenggotnya lebat.
Kepalanya botak, dan berambut di pinggir kepala. Matanya besar. Wajahnya
tampan. Kulitnya gelap. Postur tubuhnya tegap dan proporsional. Bangun tubuhnya
kokoh, seakan-akan dari baja. Berisi. Jika berjalan seakan-akan sedang turun
dari ketinggian, seperti berjalannya Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam.
Jika ia dipanggil untuk berduel dengan
musuh di medan perang, ia segera maju tanpa gentar, mengambil perlengkapan
perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Bagai sesekor singa, ketika ia maju
untuk menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat, dan menyergap dengan
tangkas.
Tadi adalah sifat-sifat fisiknya.
Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah sosok yang sempurna, penuh
dengan kemuliaan. Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada
masanya. Setiap kali Ali menghadapi musuh di medan perang, maka dapat
dipastikan Ali akan mengalahkannya.
Ali amat mencintai isterinya yang
pertama, Fathimah binti Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Dan ia
selalu berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada orang yang ia
senangi, kerabatnya atau kenalannya.
Ali dengan teguh menolak sikap yang tidak
sesuai dengan kebenaran, atau syari'ah, atau akhlak atau kemuliaan. Ali
adalah sifat orang yang kuat, baik dalam kepribadiaannya, pendapatnya dan dalam
memegang kebenaran.
Kehidupan
di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah
Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk
mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur
menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka
mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi
yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Kehidupan
di Madinah
Perkawinan
Setelah masa hijrah dan tinggal di
Madinah, Ali dinikahkan Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dengan putri
kesayangannya Fatimah yang banyak dinanti para pemuda. Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam menimbang Ali yang paling tepat dengan pertimbangan dan ilmu beliau.
Pernikahan dengan Fatimah az-Zahra
Putra Ali melalui Fatimah:
Hasan bin Ali
Husain bin Ali
Putri Ali melalui Fatimah
Zainab binti Ali
Ummu Kultsum.
Zaid bin Umar.
Pernikahan dengan Umamah binti Zainab
Umamah merupakan anak dari Abi Al Aa'sh
dan Zainab binti Muhammad, kakak perempuan dari Fatimah, setelah meninggalnya
Fatimah, Umamah kemudian menikah dengan Ali dan sampai meninggalnya tidak
memiliki anak seorangpun.
Pernikahan dengan Ummu Banin binti Hizam
Ummu Banin merupakan anak dari Hizam bin
Khalid, memiliki 5 anak laki-laki, yaitu:
Ja’far bin Ali
Abdullah bin Ali
Utsman bin Ali
Umar bin Ali
Abbas bin Ali
Pernikahan dengan Laila binti Mas'ud
Ubaidullah bin Ali
Abu Bakar bin Ali
Pernikahan dengan Khawlah binti Ja'far
al-Hanafiah
Muhammad Abu Abdullah bin Ali.
Pernikahan dengan Al-Sahba' binti Rabi'ah
Umar bin Ali
Pernikahan dengan Asma binti Umais
Asma menikah pertama kali dengan Ja'far
bin Abu Thalib, kemudian setelah meninggalnya Ja'far, ia menikah dengan Abu
Bakar, memiliki seorang anak, yang kemudian menjadi anak angkat dari Ali bin
Abi Thalib, yang bernama Muhammad bin Abu Bakar. Setelah meninggalnya Abu
Bakar, Asma binti Umais kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib, dan
memiliki dua anak laki-laki, yaitu:
Yahya bin Ali
Muhammad al-Ashgar bin Ali
Julukan
Ketika Muhammad Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam mencari Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas
pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun
lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah
wahai Abu Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah
dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai
oleh Ali.
Pertempuran
yang Diikuti pada Masa Nabi SAW
Perang
Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah
perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul
menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang
tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi
bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
Perang
Khandaq
Perang Khandak juga menjadi saksi nyata
keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan satu
tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi
dua bagian.
Perang
Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat
perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari
Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi
yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang
Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar,
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Besok, akan aku serahkan bendera
kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang
berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan
Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan
untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib yang
mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil
membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab.
Peperangan
lainnya
Hampir semua peperangan beliau ikuti
kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wassalam
untuk menjaga kota Madinah.
Keislaman
Ali bin Abi Thalib ra. dan Peran Beliau Sebelum Diangkat Menjadi Khalifah
Ali binAbi Thalib masuk Islam saat beliau
berusia tujuh tahun, ada yang mengatakan delapan tahun, dan ada pula yang mengatakan
sepuluh tahun. Dikatakan bahwa beliau adalah orang yang pertama kali masuk
Islam. Namun yang shahih adalah beliau merupakan bocah yang pertama kali masuk
Islam, sebagaimana halnya Khadijah adalah wanita yang pertama kali masuk Islam,
Zaid bin Haritsah adalah budak yang pertama kali masuk Islam, Abu Bakar adalah
lelaki merdeka yang pertama kali masuk Islam. Ali bin Abi Thalib memeluk Islam
dalam usia muda disebabkan ia berada di bawah tanggungan
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam, yaitu pada saat
penduduk Makkah tertimpa paceklik dan kelaparan,
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam mengambilnya dari
ayahnya. Ali bin Abi Thalib kecil hidup bersama Rasulullah Shalallaahu
'Alaihi Wassalam. Dan ketika Allah mengutus beliau menjadi seorang rasul
yang membawa kebenaran, Khadijah serta ahli bait beliau, termasuk di dalamnya
Ali bin Abi Thalib, segera memeluk Islam.
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam mengutusnya sebagai amir dan hakim di negeri Yaman bersama dengan
Khalid bin al-Walid. Kemudian beliau menyusul Rasul pada haji wada’ ke Makkah
dengan membawa onta korban beliau. la bertahallul sebagaimana tahallulnya.
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan memberinya bagian
dari hewan korban beliau. Lalu ia tetap mengenakan kain ihramnya bersama
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan menyembelih hewan korban
bersama beliau setelah menyelesaikan manasik haji.
Kedustaan Syiah
Hadits-hadits yang shahih dan jelas
menunjukkan bahwa Rasulullah tidak mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepadanya
ataupun kepada selainnya seperti klaim agama sesat Syiah. Bahkan beliau
mengisyaratkan dengan menyebut Abu Bakar. Beliau membeir isyarat yang dapat
dipahami dan sangat jelas sekali maksudnya.
Adapun kebohongan yang dilontarkan oleh
orang-orang jahil dari kalangan Syi’ah dan tukang cerita yang bodoh bahwa
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. telah mewasiatkan jabatan
kekhalifahan kepada Ali jelas merupakan sebuah kedustaan dan kebohongan yang
sangat besar yang menjerumuskan mereka ke dalam kesalahan yang sangat besar
pula.Seperti tuduhan para sahabat telah berkhianat dan bersepakat menggagalkan
wasiat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan menahannya dari
orang yang telah diberi wasiat. Lalu menyerahkannya kepada orang lain tanpa
alasan dan sebab. Setiap mukmin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
meyakini bahwa Dienul Islam adalah haq pasti mengetahui batil-nya kedustaan
ini. Karena para sahabat adalah sebaik-baik manusia setelah para
nabi. Mereka adalah generasi terbaik umat ini yang merupakan umat terbaik
di dunia maupun di akhirat berdasarkan nash al-Qur’an serta berda-sarkan ijma’
salaf dan khalaf, alhamdulillah.
Adapun cerita yang disampaikan oleh
orang-orang awam tukang cerita di pasar-pasar tentang wasiat-wasiat yang khusus
diberikan kepada Ali dalam hal adab (etika), akhlak, adab makan dan minum, adab
berpakaian, seperti cerita mereka, “Wahai Ali, janganlah pakai imamah (sorban)
sambil duduk. Wahai Ali, janganlah pakai celanamu sambil berdiri. Wahai Ali,
janganlah memegang tiang pintu. Dan janganlah duduk di depan pintu. Janganlah
menjahit pakaian yang sedangeng kau kenakan.” Dan wasiat-wasiat
sejenis-nya. Semua itu adalah cerita kosong yang tidak ada asal-usulnya. Bahkan
termasuk dusta, bohong dan palsu.
Kemudian, ketika Rasulullah Shalallaahu
'Alaihi Wassalam wafat, Ali termasuk salah seorang yang memandikan,
mengkafani dan mengebumikan jenazah Rasulullah saw. Ketika Abu Bakar
ash-Shiddiq dibai’at menjadi khalifah pada hari Saqifah, Ali termasuk salah
seorang yang berbai’at di masjid, seperti yang telah kami jelaskan
sebelumnya.885 Abu Bakar ash-Shiddiq dalam pandangan Ali bin Abi Thalib sama
seperti para umara’ dari kalangan sahabat yang lainnya, beliau berpandangan
mentaati Abu Bakar merupakan kewajibannya dan merupakan perkara yang paling ia
sukai.
Ketika Fathimah wafat enam bulan setelah Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam ketika itu ia kurang puas terhadap beberapa keputusan Abu Bakar disebabkan warisan yang tidak ia peroleh dari ayahnya. Ia belum mengetahui nash khusus dalam masalah ini bagi para nabi, yakni mereka tidak mewariskan harta warisan kepada sanak famili.
Ketika Fathimah wafat enam bulan setelah Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam ketika itu ia kurang puas terhadap beberapa keputusan Abu Bakar disebabkan warisan yang tidak ia peroleh dari ayahnya. Ia belum mengetahui nash khusus dalam masalah ini bagi para nabi, yakni mereka tidak mewariskan harta warisan kepada sanak famili.
Ketika Abu Bakar wafat lalu Umar memegang jabatan khalifah atas dasar wasiat Abu Bakar kepadanya, Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang sahabat yang membai’at Umar. Ali selalu bersama Umar dan memberikan masukan positif kepadanya. Disebutkan bahwa Umar memintanya menjadi qadhi (hakim) pada masa kekhalifahannya. Beliau menyertai Umar bersama para tokoh dari kalangan sahabat ke negeri Syam dan menghadiri khutbah Umar di al-Jabiyah.
Ketika Umar ditikam dan beliau
menyerahkan urusan musyarawah kepada enam orang sahabat, salah seorang di
antaranya adalah Ali bin Abi Thalib. Lalu mereka menetapkan dua orang calon,
yaitu Utsman dan Ali. Lalu Utsman terpilih menjadi khalifah. Namun
begitu, Ali tetap mendengar dan taat kepada Utsman.
Sebagai
Khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah
Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu
itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu
itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan
Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at
mereka.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah
selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi
saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama
kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya,
Perang Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan
Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, ini terjadi karena kesalahpahaman dan
tipu daya orang-orang munafiq yang benci pada Islam.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin
Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena
fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh
Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wassalam ketika beliau masih hidup,
dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman
Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga
menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik
berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Perang Shiffin yang
melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.
Nash
Wasiat Ali bin Abi Thalib
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penya-yang, ini adalah wasiat Ali bin Abi Thalib ra.,
bahwasanya dia bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata
tiada sekutu bagiNya. Dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Yang
telah mengutusnya dengan membawa hidayah dan dien yang haq agar mengatasi
segala agama walaupun orang-orang musyrikin benci. Kemudian setelah itu, sesungguhnya
shalatku, ibadahku (yakni penyembelihan korban), hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya, demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku termasuk seorang muslim.
Aku wasiatkan kepadamu hai Hasan, juga
kepada seluruh putera-puteri, istri-istriku dan siapa saja yang sampai
kepadanya wasiatku ini agar bertakwa kepada Allah dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Berpegang teguhlah kalian
seluruhnya dengan tali Allah dan janganlah berpecah belah, sesungguhnya aku
mendengar Abul Qasim s|i bersabda, “Sesungguhnya mendamaikan dua pihak yang
berselisih lebih utama daripada banyak ibadah shalat dan puasa.“
Perhatikanlah hak-hak karib kerabatmu,
sambunglah tali silaturahim dengan mereka niscaya Allah akan meringankan
hisabmu. Jagalah hak-hak anak yatim! Jangan sampai mulut mereka tidak berisi
makanan (jangan sampai mereka kelaparan). Janganlah mereka terlantar di hadapan
kalian. Peliharalah hak-hak tetanggamu, sesungguhnya nabi kalian telah
berwasiat agar berbuat baik kepada tetangga. Beliau senantiasa mewasiatkannya
se-hingga kami mengira beliau akan memberi hak waris bagi tetangga. Jagalah
hak-hak al-Qur’an, janganlah kalian didahului orang lain dalam mengamal-kannya.
Jagalah ibadah shalat, karena shalat adalah tiang agama kalian. Jagalah hak-hak
rumah Rabb kalian (masjid), janganlah sampai kosong selama kalian masih hidup.
Sesungguhnya apabila kalian meninggalkannya niscaya kalian tidak akan
dihiraukan. Peliharalah ibadah bulan Ramadhan. Karena berpuasa pada bulan
Ramadhan adalah perisai dari api neraka. Peliharalah jihad fi sabilillah dengan
harta dan jiwa raga kalian. Jagalah pembayaran zakat, karena zakat dapat
memadamkan kemarahan Ar-Rabb. Jagalah hak-hak orang yang dilindungi oleh nabi
kalian, janganlah mereka dizhalimi dihadapan kalian. Jagalah hak-hak sahabat
nabi kalian, sesungguhnya Rasulullah saw. telah mewasiatkan agar menjaga
hak-hak mereka. Jagalah hak-hak kaum faqir miskin, berilah mereka dari sebagian
rezeki kalian. Jagalah hak-hak budak yang kalian miliki, karena itulah pesan
terakhir yang disampaikan oleh Rasulullah saw. beliau bersabda, “Aku
mewasiatkan agar kalian memperhatikan dua manusia yang letnah, yakni wanita dan
budak-budak yang kalian miliki.“
Jagalah ibadah shalat, jagalah ibadah
shalat, janganlah kalian takut terhadap celaan orang-orang yang suka mencela
dalam menegakkan agama Allah niscaya kalian akan terhindar dari kejahatan
orang-orang yang bermak-sud jahat kepadamu dan ingin berlaku semena-mena
terhadapmu. Berkatalah kepada manusia dengan perkataan yang baik seperti yang
telah Allah perintahkan kepadamu.Janganlah kalian tinggalkan amar ma’ruf nahi
mungkar, jika tidak maka orang-orang yang jahat akan berkuasa atas kalian
sehingga doa kalian tidak dikabulkan. Hendaklah kalian saling menyambung ikatan
dan saling memberi, dan hindarilah saling membelakangi, saling memutus hubungan
dan berpecah belah. Bertolongtolonganlah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan,
janganlah bertolong-tolongan dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Bertakwalah
kepada Allah sesungguhnya Allah Mahakeras siksaNya. Semoga Allah menjaga kalian
dari dan semoga Allah menjaga nabi kalian di tengah-tengah kalian, aku ucapkan
selamat berpisah wassalamu ‘alaikum iva rahmatullah.”
Wafat
Amirul Mukminin menghadapi masalah yang
berat, kondisi negara saat itu tidak stabil, pasukan beliau di Iraq dan di
daerah lainnya membang-kang perintah beliau, mereka menarik diri dari pasukan.
Kondisi di wilayah Syam juga semakin memburuk. Penduduk Syam tercerai berai ke
utara dan selatan. Setelah peristiwa tahkim penduduk Syam menyebut Mu’awiyah
sebagai amir. Seiring bertambahnya kekuatan penduduk Syam semakin lemah pula
kedudukan penduduk Iraq. Padahal amir mereka adalah Ali bin Abi Thalib
sebaik-baik manusia di atas muka bumi pada zaman itu, beliau yang paling taat,
paling zuhud, paling alim dan paling takut kepada Allah. Namun walaupun
demikian, mereka meninggalkannya dan membiarkannya seorang diri. Padahal Ali
telah memberikan hadiah-hadiah yang melimpah dan harta-harta yang banyak.
Kronologis
Terbunuhnya Ali
Ibnu Jarir dan pakar-pakar sejarah
lainnya menyebutkan bahwa tiga orang Khawarij berkumpul, mereka adalah
Abdurrahman bin Amru yang dikenal dengan sebutan Ibnu Muljam al-Himyari
al-Kindi sekutu Bani Jaba-lah dari suku Kindah al-Mishri, al-Burak bin Abdillah
at-Tamimi dan Amru bin Bakr at-Tamimi. Mereka mengenang kembali perbuatan Ali
bin Abi Thalib yang membunuh teman-teman mereka di Nahrawan, mereka memohon
rahmat buat teman-teman mereka itu. Mereka berkata, “Apa yang kita lakukan
sepeninggal mereka? Mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling banyak
shalatnya, mereka adalah penyeru manusia kepada Allah. Mereka tidak takut
celaan orang-orang yang suka mencela dalam menegakkan agama Allah. Bagaimana
kalau kita tebus diri kita lalu kita datangi pemimpin-pemimpin yang sesat itu
kemudian kita bunuh mereka sehingga kita membe-baskan negara dari kejahatan
mereka dan kita dapat membalas dendam atas kematian teman-teman kita.”
Ibnu Muljam berkata, “Aku akan
menghabisi Ali bin Abi Thalib!”
Al-Burak bin Abdillah berkata, “Aku
akan menghabisi Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Amru bin Bakr berkata, “Aku akan
menghabisi Amru bin al-Ash.”
Merekapun berikrar dan mengikat perjanjian untuk tidak mundur dari niat semula hingga masing-masing berhasil membunuh targetnya atau terbunuh. Merekapun mengambil pedang masing-masing sambil menyebut nama sahabat yang menjadi targetnya. Mereka sepakat melakukannya serempak pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Kemudian ketiganya berangkat menuju tempat target masing-masing.
Adapun Ibnu Muljam berangkat ke Kufah.
Setibanya di sana ia menyembunyikan identitas, hingga terhadap teman-temannya
dari kalangan Khawarij yang dahulu bersamanya. Ketika ia sedang duduk-duduk
bersama beberapa orang dari Bani Taim ar-Ribab, mereka mengenang teman-teman
mereka yang terbunuh pada peperangan Nahrawan. Tiba-tiba datanglah seorang
wanita bernama Qatham binti Asy-Syijnah, ayah dan abangnya dibunuh oleh Ali
pada peperangan Nahrawan. La adalah wanita yang sangat cantik dan populer. Dan
ia telah mengkhususkan diri beribadah dalam masjid jami’. Demi melihatnya Ibnu
Muljam mabuk kepayang. Ia lupa tujuannya datang ke Kufah. Ia meminang wanita
itu. Qatham mensyaratkan mahar tiga ribu dirham, seorang khadim, budak wanita
dan membunuh Ali bin Abi Thalib untuk dirinya. Ibnu Muljam berkata, “Engkau
pasti mendapatkannya, demi Allah tidaklah aku datang ke kota ini melainkan
untuk membunuh Ali.”
Lalu Ibnu Muljam menikahinya dan
berkumpul dengannya. Kemudian Qathami mulai mendorongnya untuk melaksanakan
tugasnya itu. Ia meng-utus seorang lelaki dari kaumnya bernama Wardan, dari
Taim Ar-Ribab, untuk menyertainya dan melindunginya. Lalu Ibnu Muljam juga
menggaet seorang lelaki lain bernama Syabib bin Bajrah al-Asyja’i al-Haruri.
Ibnu Muljam berkata kepadanya, “Maukah kamu memperoleh kemuliaan dunia dan
akhirat?” “Apa itu?” Tanyanya. “Membunuh Ali!” Jawab Ibnu Muljam. Ia berkata,
“Celaka engkau, engkau telah mengatakan perkara yang sangat besar! Bagaimana
mungkin engkau mampu membunuhnya?” Ibnu Muljam berkata, “Aku mengintainya di
masjid, apabila ia keluar untuk mengerjakan shalat subuh, kita mengepungnya dan
kita membunuhnya. Apabila berhasil maka kita merasa puas dan kita telah
membalas dendam. Dan bila kita terbunuh maka apa yang tersedia di sisi Allah
lebih baik dari-pada dunia.” Ia berkata, “Celaka engkau, kalaulah orang itu
bukan Ali tentu aku tidak keberatan melakukannya, engkau tentu tahu senioritas
beliau dalam Islam dan kekerabatan beliau dengan Rasulullah saw. Hatiku tidak
terbuka untuk membunuhnya.”
Ibnu Muljam berkata, “Bukankah ia telah
membunuh teman-teman kita di Nahrawan?”
“Benar!” jawabnya. “Marilah kita bunuh ia
sebagai balasan bagi teman-teman kita yang telah dibunuhnya” kata Ibnu Muljam.
Beberapa saat kemudian Syabib menyambutnya. Masuklah bulan Ramadhan. Ibnu
Muljam membuat kesepakatan dengan teman-temannya pada malam Jum’at 17 Ramadhan.
Ibnu Muljam berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan dengan teman-temanku
untuk membunuh target masing-masing. Lalu mulailah ketiga orang ini bergerak,
yakni Ibnu Muljam, Wardan dan Syabib, dengan menghunus pedang masing-masing.
Mereka duduk di hadapan pintu yang mana Ali biasa keluar dari-nya. Ketika Ali
keluar, beliau membangunkan orang-orang untuk shalat sembari berkata,
“Shalat….shalat!” Dengan cepat Syabib menyerang dengan pedang-nya dan
memukulnya tepat mengenai leher beliau. Kemudian Ibnu Muljam menebaskan
pedangnya ke atas kepala beliau. Darah beliau mengalir mem-basahi jenggot
beliau .
Ketika Ibnu Muljam menebasnya, ia berkata, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” Ia membaca firman Allah: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
Ketika Ibnu Muljam menebasnya, ia berkata, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” Ia membaca firman Allah: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
Ali berteriak, “Tangkap
mereka!” Adapun Wardan melarikan diri namun berhasil dikejar oleh seorang
lelaki dari Hadhramaut lalu membunuhnya. Adapun Syabib, berhasil menye-lamatkan
diri dan selamat dari kejaran manusia. Sementara Ibnu Muljam berhasil
ditangkap. Ali menyuruh Ja’dah bin Hubairah bin Abi Wahab untuk mengimami
Shalat Fajar. Ali pun dibopong ke rumahnya. Lalu digiring pula Ibnu Muljam
kepada beliau dan dibawa kehadapan beliau dalam keadaan dibelenggu tangannya ke
belakang pundak, semoga Allah memburukkan rupanya. Ali berkata kepadanya,” Apa
yang mendorongmu melakukan ini?” Ibnu Muljam berkata, “Aku telah mengasah
pedang ini selama empat puluh hari. Aku memohon kepada Allah agar aku dapat
membunuh dengan pedang ini makhlukNya yang paling buruk!”
Ali berkata kepadanya, “Menurutku
engkau harus terbunuh dengan pedang itu. Dan menurutku engkau adalah orang yang
paling buruk.”Kemudian beliau berkata, “Jika aku mati maka bunuhlah orang
ini, dan jika aku selamat maka aku lebih tahu bagaimana aku harus memperlakukan
orang ini!”
Pemakaman
Jenazah Ali bin Abi Thalib
Setelah Ali wafat, kedua puteranya yakni
al-Hasan dan al-Husein memandikan jenazah beliau dibantu oleh Abdullah bin
Ja’far. Kemudian jenazahnya dishalatkan oleh putera tertua beliau, yakni
al-Hasan. Al-Hasan bertakbir sebanyak sembilan kali. Jenazah Ali dimakamkan di
Darul Imarah di Kufah, karena kekhawa-tiran kaum Khawarij akan membongkar makam
beliau. Itulah yang masyhur. Adapun yang mengatakan bahwa jenazah beliau
diletakkan di atas kendaraan beliau kemudian dibawa pergi entah ke mana
perginya maka sungguh ia telah keliru dan mengada^ada sesuatu yang tidak
diketahuinya. Akal sehat dan syariat tentu tidak membenarkan hal semacam itu.
Adapun keyakinan mayoritas kaum Rafidhah yang jahil bahwa makam beliau terletak
di tempat suci Najaf, maka tidak ada dalil dan dasarnya sama sekali. Ada yang
mengatakan bahwa makam yang terletak di sana adalah makam al-Mughirah bin
Syu’bah . Al-Khathib al-Baghdadi meriwayatkan dari al-Hafizh Abu Nu’aim dari
Abu Bakar Ath-Thalahi dari Muhammad bin Abdillah al-Hadhrami al-Hafizh
Muthayyin, bahwa ia berkata, “Sekiranya orang-orang Syi’ah mengetahui
makam siapakah yang mereka agung-agungkan di Najaf niscaya mereka akan lempari
dengan batu. Sebenarnya itu adalah makam al-Mughirah bin Syu’bah.
Al-Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan dari
al-Hasan bin Ali, ia berkata, “Aku mengebumikan jenazah Ali di kamar sebuah
rumah milik keluarga ja’dah.” Abdul Malik bin Umair bercerita, “Ketika Khalid
bin Abdullah meng-gali pondasi di rumah anaknya bernama Yazid, mereka menemukan
jenazah seorang Syaikh yang terkubur di situ, rambut dan jenggotnya telah
memutih. Seolah jenazah itu baru dikubur kemarin. Mereka hendak membakarnya,
namun Allah memalingkan niat mereka itu. Mereka membungkusnya dengan kain
Qubathi, lalu diberi wewangian dan dibiarkan terkubur di tempat semu-la. Tempat
itu berada dihadapan pintu al-Warraqin setelah kiblat masjid di rumah tukang
sepatu. Hampir tidak pernah seorang pun bertahan di tempat itu melainkan pasti
akan pindah dari situ.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad
ash-Shadiq, ia berkata, “Jenazah Ali dishalatkan pada malam hari dan
dimakamkan di Kufah, tempatnya sengaja dirahasiakan, namun yang pasti di dekat
gedung imarah (istana kepresidenan).”
Ibnu Kalbi berkata, “Turut mengikuti
proses pemakaman jenazah Ali pada malam itu al-Hasan, al-Husain, Ibnul
Hanafiyyah, Abdullah bin Ja’far dan keluarga ahli bait beliau yang lainnya.
Mereka memakamkannya di dalam kota Kufah, mereka sengaja merahasiakan makam
beliau karena kekhawa-tiran terhadap kebiadaban kaum Khawarij dan
kelompok-kelompok lainnya."
Tanggal
Terbunuhnya Ali bin Abi Thalib
Ali terbunuh pada malam Jum’at waktu
sahur pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Ada yang mengatakan pada bulan
Rabi’ul Awwal. Namun pendapat pertama lebih shahih dan populer.Ali ditikam pada
hari Jum’at 17 Ramadhan tahun 40 H, tanpa ada perselisihan. Ada yang mengatakan
beliau wafat pada hari beliau ditikam, ada yang mengatakan pada hari Ahad tanggal
19 Ramadhan. Al-Fallas berkata, “Ada yang mengatakan, beliau ditikam pada malam
dua puluh satu Ramadhan dan wafat pada malam dua puluh empat dalam usia 58 atau
59 tahun.”
Ada yang mengatakan, wafat dalam usia 63
tahun.940 Itulah pendapat yang masyhur, demikian dituturkan oleh Muhammad bin
al-Hanafiyah, Abu Ja’far al-Baqir, Abu Ishaq as-Sabi’i dan Abu Bakar bin
‘Ayasy. Sebagian ulama lain mengatakan, wafat dalam usia 63 atau 64 tahun.
Diriwayatkan dari Abu ja’far al-Baqir, katanya, “Wafat dalam usia 65 tahun.” Masa
kekhalifahan Ali lima tahun kurang tiga bulan. Ada yang mengatakan empat
tahun sembilan bulan tiga hari. Ada yang mengatakan empat tahun delapan bulan
dua puluh tiga hari, semoga Allah meridhai beliau.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan