ABU
BAKAR AS-SIDDIQ RADHIYALLAAHU ‘ANHU - BIOGRAFI
Nama Abu Bakar
As-Siddiq radhiallahu'anhu tidaklah asing lagi bagi umat Islam, baik
dahulu maupun sekarang. Dialah manusia yang dianggap paling agung dalam sejarah
Islam sesudah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Kemuliaan akhlaknya,
kemurahan hatinya dalam mengorbankan harta benda dan kekayaannya,
kebijaksanaannya dalam menyelesaikan masalah umat, ketenangannya dalam
menghadapi kesukaran, kerendahan hatinya ketika berkuasa serta tutur bahasanya
yang lembut lagi menarik adalah sukar dicari bandingannya baik dahulu maupun
sekarang. Dialah tokoh sahabat terbilang yang paling akrab dan paling
disayangi oleh Rasulullah.
Nama sebenarnya Abu Bakar As-Siddiq
adalah Abdullah Bin Qahafah. Sebelum Islam, beliau adalah seorang saudagar
yang sangat kaya serta datang dari keluarga bangsawan yang sangat dihormati
oleh masyarakat Quraisy. Bahkan sebelum memeluk Islam, Abu Bakar telah terkenal
sebagai seorang pembesar Quraisy yang tinggi akhlaknya dan tidak pernah
meminum arak sebagaimana yang lazimnya dilakukan oleh orang-orang Quraisy
yang lain.
Dari segi umur, Abu Bakar
radhiallahu'anhu adalah dua tahun lebih muda dari Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam dan telah menjalin persahabatan yang akrab dengan
Rasul lama sebelum masa kenabian. Beliaulah tokoh sahabat besar yang dianggap
paling banyak sekali berkorban untuk menegakkan agama Islam di samping Nabi
Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Karena besarnya pengorbanan beliau itulah
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah mengatakan bahwa Islam telah
tegak di atas harta Khadijah dan pengorbanan Abu Bakar.Adapun gelaran As-Siddiq
yang diberikan kepadanya itu adalah kerana sikapnya yang selalu
membenarkan apa pun perkataan maupun perbuatan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi
Wasallam. Dalam hal ini kita petik suatu kisah seperti yang diriwayatkan oleh
Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu yang dicenitakan sendiri kepadanya oleh Abu
Bakar, tentang bagaimana Abu Bakar memeluk agama Islam. Kata Abu Bakar
radhiyallahu'anhu ketika menceritakan suatu kisah mengenai dirinya kepada Ibnu
Mas'ud radhiyallahu'anhu:
"Aku pernah mengunjungi seorang tua
di negeri Yaman. Dia rajin membaca kitab-kitab dan mengajar banyak
murid. Dia berkata kepadaku: "Aku kira tuan datang dari Tanah
Haram. "Benar, “jawabku. "Aku kira tuan berbangsa
Quraisy?” "Benar,” ujarku lagi. "Dan apa yang aku lihat,
tuan dari keluarga Bani Taiyim?” "Benarlah begitu,” tambahku
selanjutnya. Orang tua itu terus menyambung, katanya, "Ada satu lagi hal yang
hendak aku tanyakan dari tuan, yaitu tentang diri tuan sendiri. Apakah tak
keberatan jika aku lihat perutmu? Maka pada ketika itu aku pun berkata,
"Aku keberatan hendak memperlihatkan selagi tuan tidak nyatakan kepadaku
perkara yang sebenarnya. Maka ujar orang tua itu, "Aku sebenarnya
melihat dalam ilmuku yang benar bahawa seorang Nabi Allah akan diutus di Tanah
Haram. Nabi itu akan dibantu oleh dua orang sahabatnya, yang seorang masih muda
dan seorang lagi sudah separoh umur. Sahabatnya yang muda itu berani berjuang
dalam segenap hati dan menjadi pelindungnya dalam kesusahan. Sementara yang
separoh umur itu putih kulitnya dan berbadan kurus, ada tahi lalat di perutnya
dan ada suatu tanda di paha kirinya. Apalah salahnya kalau tuan perlihatkan
kepadaku. Maka sesudah dia berkata itu aku pun membuka pakaianku lalu
orang tua itu pun melihatlah tahi lalat hitam di atas bahagian
pusatku Org itu berkata, "Demi Tuhan yang menguasai Kaabah,
tuanlah orangnya itu! Kemudian orang tua itu pun memberi sedikit nasihat
kepadaku. Aku tinggal di Yaman untuk beberapa waktu kenana mengurusi
perniagaanku dan sebelum meninggalkan negeri itu aku sekali lagi pergi menemui
orang tua tersebut untuk mengucapkan selamat tinggal
kepadanya. Kemudian dia lalu bertanya, "Bolehkah tuan menyampaikan
beberapa rangkap syairku?
"Boleh sahaja, “jawabku.
Setelah itu aku pun membawa pulang
syair-syair itu ke Mekah. Setibanya aku di Mekah, para pemuda bergegas datang
menemuiku seraya berkata, "Adakah engkau tahu yang sudah
terjadi? Maka ujarku pula, "Apakah yang terjadi itu? Jawab
mereka, "Si yatim Abu Talib kini mengaku menjadi Nabi! Kalaulah tidak
mengingat engkau hai Abu Bakar, sudah lama kami selesaikan dia. Engkaulah
satu-satunya yang kami harapkan untuk menyelesaikannya.
Kemudian aku pun meminta mereka pulang dahulu sementara aku sendiri pergi menemui Muhammad. Setelah menemuinya aku pun mengatakan, "Wahai Muhammad, kau telah mencemarkan kedudukan keluargamu dan aku mendapat kabar bahwa kau terang-terang telah menyeleweng dari kepercayaan nenek moyang kita. Maka ujar baginda, "Bahwa aku adalah Pesuruh Allah yang diutuskan untukmu dan untuk sekalian ummat! Aku pun betanya kepada baginda, "Apa buktinya? Jawabnya, "Orang tua yang engkau temui di Yaman tempo hari. Aku menambah lagi, "Orang tua yang mana satukah yang kau maksudkan karena banyak orang tua yang aku temui di Yaman itu? Baginda menyambung, "Orang tua yang mengirimkan untaian syair kepadamu!
Aku terkejut mendengarkannya lalu bertanya, "Siapakah yang telah memberitahumu, wahai sahabatku? Maka ujar baginda, "Malaikat yang pernah menemui Nabi-nabi sebelumku. Akhirnya aku berkata, "Ulurkanlah tanganmu, bahwa dengan sesungguhnya aku bersaksi tiada Tuhan yang kusembah melainkan Allah, dan dirimu (Muhammad) sebenarnya Pesuruh Allah.
Demikianlah kisah indah yang meriwayatkan bagaimana Islamnya Abu Bakar. Dan memanglah menurut riwayat beliau merupakan lelaki yang pertama yang beriman kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam
Keislaman Abu Bakan As-Siddiq telah
membawa penganuh besar di kalangan kaum bangsawan Quraisy kerana dari pengaruh
keislamannya itulah maka beberapa orang pemuda bangsawan Quraisy seperti
Saiyidina Uthman Bin Affan, Abdul Rahman Bin Auf, dan Saad Bin Waqqas menuruti
jejak langkahnya. Semenjak beliau memeluk Islam, Abu Bakar telah menjadi
pembela Islam yang paling utama serta seorang sahabat yang paling akrab serta
paling dicintai oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Sebagai bukti yang memperlihatkan kecintaan baginda terhadap Abu Bakar dapat kita ketahui dari satu dialog yang terjadi antara baginda Rasul dengan Amru Bin Al As. Amru seorang sahabat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah suatu hari menanyakan Rasul, "Siapakah di antara manusia yang paling tuan sayangi? Baginda menjawab, "Aisyah, dan kalau laki-laki adalah bapaknya".
Sebagai bukti yang memperlihatkan kecintaan baginda terhadap Abu Bakar dapat kita ketahui dari satu dialog yang terjadi antara baginda Rasul dengan Amru Bin Al As. Amru seorang sahabat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah suatu hari menanyakan Rasul, "Siapakah di antara manusia yang paling tuan sayangi? Baginda menjawab, "Aisyah, dan kalau laki-laki adalah bapaknya".
Selain daripada itu Abu Bakar As-Siddiq
adalah seonang sahabat yang terkenal kerana keteguhan imannya, cendas
akal, tinggi akhlak, lemah lembut dan penyantun. Rasulullah pernah menyanjungi
sahabatnya itu dengan sabdanya, "Jika ditimbang iman Abu Bakar
As-Siddiq dengan iman seluruh ummat maka lebih berat iman Abu
Bakar." Demikian teguhnya iman Abu Bakar demi apakala kita
memperhatikan pengertian yang terkandung pada sabda Rasulullah Shalallahu
'Alaihi Wasallam mengenai dirinya itu. Gelaran As Siddiq yang dibenikan orang
terhadap diri Abu Bakar adalah lantaran memandang sikap serta pendiriannya yang
teguh dalam membenarkan serta membela diri Rasulullah. Andainya seluruh ummat
manusia akan mendustakan Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam Abu Bakar akan
pasti tampil dengan penuh keyakinan untuk membelanya.
Tidak beberapa lama setelah memeluk agama
Islam, Abu Bakar yang terkenal sebagai saudagar yang kaya itu telah
meninggalkan perdagangannya dan meninggalkan semua usaha peribadi lain-lainnya
lalu menyerahkan segenap kekayaan dan jiwa raganya untuk melakukan perjuangan
menegakkan Islam bersama Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau
telah mengorbankan seluruh hanta bendanya untuk menebus orang-orang yang
ditawan, orang-orang yang ditangkap atau disiksa. Selain itu beliau juga telah
membeli budak-budak yang kemudian dimerdekakannya. Salah seorang hamba yang
dibelinya lalu kemudian dibebaskan yang paling terkenal dalam sejarah
ialah Bilal Bin Rabah.
Tatkala Nabi Muhammad selesai melakukan
Isra' dan Mi'raj segolongan orang yang kurang mempercayai apa yang telah
dikhabarkan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallamtelah pergi menemui Abu Bakar
untuk mendengarkan apa pendapatnya tentang dakwaan Muhammad itu. Tujuan
kedatangan mereka mendapatkan Abu Bakar tidak lain dengan prasangka tentunya
Abu Bakar kali ini akan mendustakan kisah yang tidak masuk akal pada fikiran
mereka itu. Setelah pertanyaan itu disampaikan kepada Abu Bakar lalu beliau pun
berkata, "Adakah Muhammad berkata begitu? Sahut
mereka, "Benar! Maka ujar Abu Bakar "Jika
Muhammad berkata begitu maka sungguh benarlah apa yang diceritakan
itu." Lalu mereka pun terus menyambung, "Engkau percaya hai
Abu Bakar bahwa Muhammad sampai ke tanah Syam lebih sebulan perjalanan pulang,
di malam semalam tadi?" Maka sahut Abu Bakar
sungguh-sungguh, "Benar! Aku percaya! Malah lebih dari itu aku
percaya kepadanya. Aku percaya akan berita dari langit yg diberitakannya baik
pada waktu siang mahupun di waktu malam!"
Demikian hebatnya sambutan sahabat yang paling utama itu. Karena tegas dan teguhnya iman beliau terhadap agama yang dibawa oleh Muhammad dan terhadap apa yang dikhabarkan oleh baginda maka beliau telah diberi oleh Rasulullah dengan gelaran As-Siddiq.
Demikian hebatnya sambutan sahabat yang paling utama itu. Karena tegas dan teguhnya iman beliau terhadap agama yang dibawa oleh Muhammad dan terhadap apa yang dikhabarkan oleh baginda maka beliau telah diberi oleh Rasulullah dengan gelaran As-Siddiq.
Dan memanglah tidak mengherankan sekali
sikap Abu Bakar itu. Beliau telah mengenal Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam
bukan sehari dua, melainkan sudah boleh dikatakan seumur manusia. Beliau tahu
bahwa sahabatnya itu berkata benar, tak pernah bohong, seorang yang jujur.
Mustahil Muhammad akan khianat kepada pengikutnya yang percaya kepadanya.
Beliau mengimani sahabatnya itu Pesuruh Allah Yang Maha Kuasa, menerima wahyu
dari Tuhannya. Beliau memiliki iman yang kokoh.
Tatkala keadaan kekejaman orang-orang
musyrikin Quraisy terhadap kaum Muslimin yang sedikit jumlahnya di Mekah
semakin hebat dan membahayakan, Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah
mengadakan pertemuan di rumah Abu Bakar untuk mencari jalan keluar dari
kesulitan yang sedang dihadapi oleh pihak kaum Muslimin. Ketika itulah Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan kepada Abu Bakar bahwa Allah
telah memerintahkan baginda supaya melakukan hijrah ke Madinah serta
meminta Abu Bakar supaya menemaninya dalam peristiwa hijrah
tersebut. Tanpa sedikitpun kebimbanganpun Abu Bakar menyambut permintaan
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Dari pintu belakang rumah Abu Bakar,
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersama-sama Abu Bakar menuju ke Gunung
Tsaur dan bersembunyi di gua yang diberi nama Gua Tsaur. Pada saat suasana amat
kritis, Abu Bakar diserang rasa kegelisahan dan cemas kerana khuatir
kalau-kalau musuh dapat mengetahui di mana Rasulullah sedang
bensembunyi, maka pada saat itu turun ayat suci Al Quran dari Surat Taubah
yang isinya memuji Abu Bakar As-Siddiq, sebagai orang kedua sesudah Nabi
Shalallahu 'Alaihi Wasallam dalam Gua Tsaur. Dalam pada itu Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam pun mengerti akan situasi dan kegelisahan
sahabatnya itu yang oleh karenanya Rasul berkata, "Apakah yang
menggelisahkanmu, bukankah Allah menemani kita?
Kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam, diriwayatkan berkata selanjutnya untuk menghilangkan kebimbangan Abu
Bakar,"Kiranya mereka masuk juga ke dalam gua ini kita masih dapat
melepaskan diri dari pintu belakang itu, ujar Rasul sambil menunjukkan ke
belakang mereka. Abu Bakar pun menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya beliau
bila dilihatnya pintu belakang yang ditunjuk oleh Rasul itu, padahal pintu
tersebut tadinya tidak ada sama sekali. Sebenarnya kebimbangan Abu Bakar tatkala
di dalam gua itu bukanlah kerana takutkan nyawanya akan diragut oleh pihak
musuh tetapi yang lebih dibimbangkannya ialah keselamatan jiwa baginda Rasul.
Beliau pernah berkata, "Yang saya bimbangkan bukanlah mengenai diri
saya sendiri, kalau saya terbunuh, yang tewas hanyalah seorang manusia biasa.
Tapi andaikata engkau dapat dibunuhnya maka yang akan hancur ialah satu
cita-cita yang suci murni. Yang akan runtuh ialah keadilan dan yang akan tegak
pula ialah kezaliman."
Ucapan antara dua orang sahabat tatkala
dalam gua itu ada tersebut dalam Al Quran dalam Surah At-Taubah ayat
40: "Kalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) ketika dia diusir oleh
orang-orang kafir (dan kampung halamannya), dalam keadaan berdua orang sahaja
di dalam suatu gua, Di kala itu dia (Muhammad) berkata kepada sahabat karibnya
(Abu Bakar): Jangan engkau berdukacita; sesungguhnya Allaah bersama
kita. Allaah menurunkan ketenanganNya kepadanya,
dan dikuatkannya dengan tentera yang tidak kamu lihat.
Dan Allaah menjadikan perkataan orang yang kafir itu paling
rendah dan perkataan Allaah itu yang amat tinggi.
Dan Allaah Maha Kuasa dan Bijaksana."
Demikian satu lagi keistimewaan Abu
Bakar As-Siddiq sebagai seorang sahabat yang sama-sama mengalami kesukaran dan
kepahitan bersama-sama Rasulullah dalam menyampaikan seruan Islam. Abu Bakar
tidak berpisah jauh dengan baginda Rasul sepanjang hidupnya dan menyertai semua
peperangan yang dihadapi oleh baginda. Beliau bukan sahaja berjuang menegakkan
Agama Islam dengan segenap jiwa raganya bahkan juga dengan harta kekayaannya.
Sungguh beliaulah yang paling banyak sekali berkorban harta untuk menegakkan
Agama Islam. Bahkan seluruh kekayaannya telah habis digunakannya untuk
kepentingan perjuangan menegakkan kalimat Allah. Di kalangan para sahabat beliaulah
tergolong orang yang paling murah hati dan dermawan sekali.
Dalam Perang Tabuk misalnya, Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah meminta kepada kaum Muslimin agar
mengorbankan hartanya di jalan Allah. Tiba-tiba datanglah Abu Bakar membawa
seluruh harta bendanya lalu meletakkannya di antara dua tangan Rasul. Melihat
banyaknya harta yang dibawa oleh Abu Bakar bagi tujuan jihad itu, maka
Rasulullah menjadi terkejut lalu berkata kepadanya:
"Hai sahabatku yang budiman, kalau sudah semua harta bendamu kau korbankan apa lagi yang akan engkau tinggalkan buat anak-anak dan isterimu?
Pertanyaan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam itu dijawab oleh Abu Bakar As-Siddiq dengan tenang sambil tersenyum, ujarnya."Saya tinggalkan buat mereka Allah dan Rasul-Nya."
"Hai sahabatku yang budiman, kalau sudah semua harta bendamu kau korbankan apa lagi yang akan engkau tinggalkan buat anak-anak dan isterimu?
Pertanyaan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam itu dijawab oleh Abu Bakar As-Siddiq dengan tenang sambil tersenyum, ujarnya."Saya tinggalkan buat mereka Allah dan Rasul-Nya."
Demikianlah kehebatan jiwa Abu Bakar
As-Siddiq, suatu contoh kemurahan hati yang memang tidak dijumpai bandingannya
di dunia. Memandang besarnya pengorbanan beliau terhadap Islam maka wajarlah
kalau Rasulullah bersabda bahwa tegaknya Agama Islam itu adalah lantaran
harta benda Khadijah dan juga Abu Bakar As-Siddiq. Tepatlah juga tatkala Rasul
bersabda bahwa kiranyaiman seluruh ummat ditimbang bersama iman Abu Bakar maka
lebih berat iman Abu Bakar. Beliau memang manusia luar biasa kebesarannya yang
telah ditakdirkan oleh Allaah untuk menjadi teman akrab Rasulullah Shalallahu
'Alaihi Wasallam
Pada suatu ketika di saat Rasulullah
membaca khutbah yang antara lain menyatakan bahwa kepada seseorang hamba
Allah ditawarkan untuk memilih dunia dan memilih ganjaran yang tersedia di sisi
Allah, dan hamba Allah tersebut tidak akan memilih dunia, melainkan memilih apa
yang tersedia di sisi Tuhan... Maka ketika meñdengar khutbah Nabi demikian
itu Abu Bakar lalu menangis tersedu-sedu, karena sedih dan terharu sebab
beliau mendengar dan mengerti bahwa yang dimaksud dalam isi khutbah tersebut
ialah bahwa umur kehidupan Rasul di dunia ini sudah hampir berakhir. Demikian
kelebihan dan kefasihan Abu Bakar dibanding dengan para sahabat yang lain.
Keunggulan beliau dapat dilihat dengan
jelas selepas wafatnya Rasulullah di kala mana ummat Islam hampir-hampir
menjadi panik serta tidak percaya kepada kewafatannya. Bahkan sahabat besar
Umar bin Khattab sendiri telah diselubungi kekacauan pikiran dan tampil ke muka
umum sambil menantang sesiapa sahaja yang berani mengatakan baginda telah
wafat. Ujar Umar, "Rasulullah tidak wafat, dia hanya pergi menghadap
Allah sahaja seperti perginya Nabi Musa yang telah menghilangkan diri dan
kaumnya selama empat puluh hari, kemudian pulang semula kepada kaumnya setelah
diheboh-hebohkan wafatnya.
Ketika kegawatan itu berlaku Abu Bakar
sedang berada di suatu kampung. Tatkala berita kewafatan Rasulullah itu sampai
kepadanya, beliau dengan segera menuju ke Madinah. Di sana beliau dapati ramai orang sedang
benkumpul mendengarkan pidato Umar bin Khattab tadi. Tanpa lengah-lengah lagi
Abu Bakar terus ke rumah puterinya Siti Aisyah dan di sanalah beliau dapati
tubuh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam terbujur di satu sudut rumah.
Beliau lantas membuka wajah Rasulullah dan mengucupkannya, sambil
benkata, "Wahai, betapa cantiknya engkau ketika hidup dan betapa
cantiknya engkau ketika mati!" Kemudian beliau pun keluar mendapatkan
orang ramai yang sedang dalam panik itu lalu berkata dengan nada yang keras:
"Wahai kaum Muslimin! Barang siapa
yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati. Tetapi barang siapa yang
menyembah Allah maka Allah selama-lamanya hidup tidak mati.". Seraya
menyambung membacakan sepotong ayat dari Al Qur'an:"Muhammad itu tidak
lebih dari seorang rasul seperti rasul-rasul yang terdahulu darinya. Jika ia
mati atau terbunuh patutkah kamu berundur ke belakang. Sesiapa yang surut ke
belakang, dia tidak akan membahayakan Allaah sedikit pun dan sesungguhnya Allah
akan memberi ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur".
Setelah mendengar ayat itu, Umar bin
Khattab pun terus rebah hingga barulah beliau dan orang ramai Islam yang telah
mendengar pidatonya tadi mendapat kepastian bahawa Rasulullah sudah wafat. Kaum
Muslimin tentunya telah pernah dengar ayat ini sebelumnya, kerana ayat itu
telah turun semasa peperangan Uhud, ketika Rasulullah telah diberitakan mati
terkorban dan menyebabkan banyak pejuang-pejuang Islam berundur ke Madinah.
Tetapi mereka tidaklah memahami maksud ayat ini seperti yang dipahami oleh Abu
Bakar. Ini jelas membuktikan kecerdasan Abu Bakar As-Siddiq dalam memahami
Islam.
Ketika Rasulullah wafat, beliau memang
tidak meninggalkan pesan tentang siapa yang patut menggantikan sebagai Khalifah
ummat Islam. Tetapi setelah lama berbincang kaum Muslimin dengan suara ramai
memilih Abu Bakar As-Siddiq sebagai Khalifah setelah namanya itu dicalonkan
oleh Umar Ibnul Khattab. Pemilihan ini tentulah tepat sekali kerana pada
pandangan kaum Muslimin memang beliaulah yang paling layak sekali memegang
kedudukan itu memandangkan kelebihan-kelebihannya dari para sahabat yang lain.
Apalagi beliaulah yang pernah ditunjuk oleh Rasul semasa hayatnya untuk
menggantikan baginda sebagai imam sembahyang tatkala baginda sedang uzur.
Setelah dipilih oleh sebahagian besar
ummat ketika itu Abu Bakar As-Siddiq pun memberikan ucapannya yang terkenal
yang antara lainnya baginda berkata:
"Wahai sekelian ummat! Aku telah
dipilih menjadi pemimpin kamu padahal aku ini bukanlah orang yang terbaik di
antara kamu. Sebab itu jika pemerintahanku baik, maka sokonglah, tetapi jika
tiada baik, maka perbaikilah.
Orang yang lemah di antara kamu adalah kuat pada sisiku hingga aku harus menolongnya mendapatkan haknya, sedang orang yang kuat di antara kamu adalah lemah pada sisiku, hingga aku harus mengambil hak orang lain yang berada di sisi nya, untuk dikembalikan kepada yang berhak semula. Patuhilah aku selama aku patuh kepada Allah dan RasulNya. Akan tetapi jika aku mendurhakai Allah, maka kamu sekelian tak harus lagi patuh kepadaku.
Aku dipilih untuk memimpin urusan ini padahal aku enggan menerimanya. Demi Allah aku ingin benar kalau ada di antaramu orang yang cakap untuk urusan ini. Ketahuilah jika kamu meminta kepadaku agar aku berbuat sebagai yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam sungguh aku tidak mampu. Rasulullah adalah seorang hamba Allah yang mendapat wahyu dari Allaah, karena itu beliau terpelihara dari kesalahan-kesalahan, sedang aku ini hanyalah manusia biasa yang tidak ada kelebihannya dari seorangpun di antara kamu."
Ini adalah satu pembaharuan dalam
pemerintahan yang belum pernah dikenali oleh rakyat jelata kerajaan Romawi
maupun Persia
yang memerintah dunia barat dan timur ketika itu. Beliau telah mematuhi
manifesto politiknya. Beliau hidup seperti rakyat biasa dan sangat tidak suka
diagungkan. Adalah diriwayatkan bahwa pada satu masa ada orang
memanggilnya, "Ya Khalifah Allah! Beliau dengan segera meralat
orang itu dengan berkata: "Saya bukan Khalifah Allah, saya hanya
Khalifah Rasul-Nya!
Adalah diriwayatkan bahwa pada keesokan
harinya iaitu sehari setelah baginda terpilih sebagai Khalifah, Abu Bakar
kelihatan membawa barang perniagaannya ke pasar. Beberapa orang yang melihat
itu lalu mendekati baginda, di antaranya Abu Ubaidah Bin Jarrah. Sahabat besar
itu mendekatinya seraya berkata, "Urusan Khalifah itu tidak boleh
dicampuri dengan berniaga." Lalu Abu Bakar
bertanya, "Jadi dengan apakah aku hidup, dan bagaimana aku
mencukupi rumah tanggaku?" Demikian sedihnya nasib yang menimpa Abu
Bakar sebab walaupun kedudukannya sebagai Kepala Negara namun belum ada lagi
ketetapan untuk bagi seseorang kepala pemerintah Islam memperoleh gaji.
Keadaan ini mendapat perhatian dari para sahabat lalu mereka menentukan tunjangan secukupnya untuk beliau dan keluarga yang diambil dari Baitul Mal. Kemudian itu barulah Khalifah Abu Bakar meninggalkan usaha perniagaannya kerana hendak memusatkan seluruh tenaganya untuk mengembangkan agama Islam dan menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang Khalifah. Semasa hertugas sebagai Khalifah ummat Islam baginda hanya menerima gaji sebanyak enam ribu dirham saja setahun. Peruntukkan itu tidak dibelanjakannya untuk keperluan dirinya malahan sebelum wafatnya beliau telah memerintahkan supaya pendapatannya itu diserahkan kembali kepada Baitul Mal.
Sebelum beliau wafat, kepada Umar bin
Khattab beliau mewasiatkan agar jangan menghiraukan jenazahnya nanti bila ia
berpulang ke rahmatullah, melainkan haruslah dia segera mengirim bala tentara
ke Iraq untuk membantu Al Muthanna
yang sedang bertempur di Iraq .
Abu Bakar tidak lupa mengingatkan Umar apa yang dikerjakannya di waktu
Rasulullah wafat dan bagaimana cintanya kepada Rasul dan perhatiannya kepada
jenazah baginda yang suci itu, tidak mengabaikannya dan melaksanakan kewajiban
biarpun yang demikian itu amat berat bagi jiwanya. Dengarlah antara lain
kata-katanya kepada Umar Ibnul Khattab.:
"Dengarlah hai Umar! Apa yang akan
kukatakan ini dan laksanakanlah. Aku mengharap akan kembali ke hadirat Allah
hari ini sebab itu sebelum matahari terbit pada esok hari engkau hendaknya
telah mengirim bala hantuan kepada Al Muthanna. Hendaknya jangan sesuatu
bencana bagaimana pun besarnya dapat melupakan kamu dan urusan agama dan wasiat
Allaah. Engkau telah melihat apa yang telah kulakukan tatkala Rasulullah wafat
sedang wafatnya Rasulullah itu adalah satu bencana yang belum pernah manusia
ditimpa bencana yang sebesar itu. Demi Allah, andaikata di waktu itu aku
melalaikan perintah Allah dan Rasul-Nya, tentu kita telah jatuh dan mendapat
siksaan Allah, dan pasti pula kota
Madinah ini telah jadi lautan api."
Dalam masa pemerintahannya yang singkat
Abu Bakar As-Siddiq yang memerintah hanya dalam masa dua tahun itu telah
meletakkan asas pembangunan sebuah pemerintahan Islam yang teguh dan kuat
setelah berjaya mengatasi berbagai macam masalah dalam negeri dengan segala
kebijaksanaan dan kewibawaannya. Beliau telah memenuhi segenap janji-janjinya
dan dalam masa dua tahun pemerintahannya itu telah terbentuk rantai sejarah
Islam yang merupakan lembaran-lembaran yang abadi.
Sungguh kehidupan Abu Bakar As-Siddiq
adalah penuh dengan nasihat, penuh dengan ajaran serta kenang-kenangan yang
indah mulia. Selama dua tahun pemerintahannya itu beliau telah berhasil
menyusun tiang-tiang pokok dan kekuatan Islam. Beliau telah membangunkan
kekuatan-kekuatan yang penting bagi pemeliharaan agama kaum Muslimin dan
keagungan Agama Islam. Bahkan beliau telah mengakhiri pemerintahan yang
dipimpinnya dengan menundukkan sebagian negeri Syam dan sebagian negeri Iraq ,
ia pulang ke rahmatullah dengan dada yang lapang, ketika umur menginjak 63
tahun. Beliau dikebumikan di samping makam Rasulullah di Masjid Nabawi.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan