Jumaat, 24 Januari 2020

BIOGRAFI 10 SAHABAT DI JAMIN SYURGA - ABU UBAIDAH BIN AL JARRAH RADHIYALLAAHU 'ANHU



Nasab Abu Ubaidah bin Al Jarrah radhiyallaahu 'anhu bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada garis keturunan Fihri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan pengakuan bahwa ia salah seorang penghuni surga dan menjulukinya Aminul Ummat (kepercayan umat). Di samping itu, ia memiliki banyak keistimewaan dan tersohor. Beliau telah banyak meriwayatkan hadits dan selalu aktif dalam setiap peperangan umat Islam.

Diriwayatkan dari Yazid bin Ruman, ia berkata, “Ibnu Madz’un, Ubaidah bin Al Harits, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul Asad, dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah, pernah berangkat dalam misi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Ketika bertemu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan mereka agar masuk Islam sekaligus menjelaskan tentang syariat kepada mereka. Seketika itu pula, secara bersamaan mereka masuk Islam."

Abu Ubaidah juga pernah mendapat cobaan (musibah) yang berat pada waktu perang Uhud. Pada saat itu, Abu Ubaidah menahan dua arah serangan musuh yang ditujukan kepada Rasulullah, sehingga ia terkena pukulan yang mengakibatkan dua giginya rompal. Namun hal itu justru membuat mulutnya nampak semakin indah, sehingga muncul rumor bahwa tidak ada yang lebih indah jika kehilangan gigi melebihi indahnya gigi Abu Ubaidah.

Zubair bin Bakkar berkata, “Keturunan Abu Ubaidah dan seluruh putra saudara perempuannya telah habis dan ia termasuk orang yang hijrah ke Habsyah.”

Abu Ubaidah termasuk sahabat yang banyak mengumpulkan Al Qur`an.
Mengomentari tentang peperangan yang pernah dilaluinya, Musa bin Uqbah berkata, “Perang Amr bin Ash adalah perang yang berantai melawan para pembesar negeri Syam. Oleh karena itu, Amr merasa khawatir sehingga dia meminta bantuan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amr meminta agar Abu Bakar dan Umar memimpin pasukan kalangan Muhajirin. Tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat Abu Ubaidah sebagai pemimpin pasukan. Ketika mereka menghadap Amr bin Al Ash, dia (Amr bin Al Ash) berkata kepada mereka, ‘Aku adalah pemimpin kalian’. Tetapi kaum Muhajirin menjawab, ‘Engkau adalah pemimpin sahabat-sahabatmu sendiri, sedangkan pemimpin kami adalah Abu Ubaidah’. Amr lalu berkata, ‘Kalian sebenarnya pasukan yang ditugaskan membantuku’. Ketika Abu Ubaidah melihat peristiwa tersebut, dan dia orang yang berperangai mulia, berhati lembut, dan patuh terhadap perintah Rasulullah dan janjinya, maka Abu Ubaidah menyerahkan kepemimpinan kepada Amr bin Al Ash.”

Diriwayatkan dalam banyak riwayat, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya setiap umat memiliki orang yang dipercaya, dan orang yang dipercaya umat ini adalah Abu Ubaidah Al Jarrah.”

Diriwayatkan dari Amr bin Al Ash, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, ‘Siapakah orang yang lebih engkau cintai?’ Beliau menjawab, ‘Aisyah’. Ditanyakan lagi, “(Siapa yang engkau cintai) dari golongan laki-laki?’ Beliau menjawab, ‘Abu Bakar’. Lalu ditanyakan lagi, ‘Kemudian siapa?’ Beliau menjawab, ‘Abu Ubaidah bin Al Jarrah’.”

Abu Ubaidah memiliki akhlak yang mulia, santun, dan tawadhu.
Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada beberapa orang sahabat yang sedang duduk bersamanya, “Berharaplah kalian!” Para sahabat pun berharap. Umar berkata lagi, “Tetapi aku mengharapkan sebuah rumah yang dipenuhi oleh orang-orang seperti Abu Ubaidah bin Al Jarrah.”

Khalifah bin Khayyat berkata, “Abu Bakar mempercayakan pengelolaan Baitul Mal kepada Abu Ubaidah.”

Pengelolaan harta umat Islam dalam sebuah lembaga keuangan, yang sebelumnya belum pernah ada. Umar bin Khaththab adalah orang pertama yang melakukan pengelolaan harta dalam sebuah lembaga keuangan yang disebut Baitul Mal.

Ibnu Al Mubarak dalam kitab Jihad-nya berkisah tentang Abu Ubaidah: Diriwayatkan dari Hisyam bin Sa’ad, dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, ia berkata: Umar mendengar kabar bahwa Abu Ubaidah terkepung di Syam dan hampir dikalahkan musuh. Umar bin Khaththab pun mengirim surat kepadanya yang berisi, “Amma ba’du. Sesungguhnya setiap kesukaran yang menimpa seorang mukmin yang teguh maka sesudahnya akan ada jalan keluar. Satu kesukaran tidak bisa mengalahkan dua kemudahan. Allah berfirman,
‘Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung’.” (Qs. Ali ‘Imraan: 200) 

Setelah membaca surat tersebut, Abu Ubaidah lalu membalasnya sebagaimana berikut, “Amma ba’du. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga akan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu’.” (Qs. Al Hadiid: 20).

Umar bin Khaththab kemudian keluar dari rumahnya beserta surat tersebut dan membacanya di atas mimbar seraya berkata, “Wahai penduduk Madinah, sungguh Abu Ubaidah telah mendorong kalian, maka berjihadlah bersamaku!”

Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Abu Ubaidah pernah berkata, ‘Aku senang seandainya aku menjadi domba lantas disembelih oleh keluargaku dan mereka memakan dagingku dan merasakan kuahku’.”

Diriwayatkan dari Thariq, ia mengatakan bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu pernah mengirim surat kepada Abu Ubaidah menyinggung masalah wabah penyakit, “Sebenarnya aku sedang dalam masalah besar dan aku sangat membutuhkan bantuanmu, maka segeralah datang ke sini!” Ketika Abu Ubaidah membaca surat tersebut, ia berkata, “Aku mengerti masalah besar yang sedang dihadapi Amirul Mukminin. Dia sebenarnya ingin menyisakan orang yang seharusnya tidak tersisa." Abu Ubaidah kemudian membalas dan berkata,“Aku sebenarnya telah mengetahui masalahmu, maka urungkan dulu keinginanmu itu padaku sebab aku berada di tengah-tengah pasukan Islam (sedang berperang) dan aku tidak membenci mereka.” Ketika Umar membaca tulisan tersebut, ia pun menangis. Setelah itu ada yang bertanya kepadanya, “Apakah Abu Ubaidah meninggal?” Ia menjawab, “Tidak, tetapi sepertinya ia akan meninggal.” Tak lama kemudian Abu Ubaidah wafat dan wabah itu pun hilang.

Tidak hanya sekali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempekerjakan Abu Ubaidah, antara lain ketika pasukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berjumlah 300 orang sedang kelaparan, maka ketika seekor ikan besar sejenis ikan paus terdampar di tepi pantai, Abu Ubaidah pun berkata, “Bangkai.” Setelah itu ia berkata, “Bukan, kita adalah utusan Rasulullah dan sedang berada di jalan Allah. Oleh karena itu, makanlah!” Selanjutnya ia menyebutkan redaksi hadits secara lengkap seperti yang disebutkan dalam kitab Shahih Al Bukhari Muslim.

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq selesai memerangi orang-orang murtad dan Musailamah Al Kadzdzab, ia menyiapkan para pemimpin pasukan untuk menaklukkan Syam. Beliau kemudian mengutus Abu Ubaidah, Yazid bin Abu Sufyan, Amr bin Al Ash, dan Syurahbil bin Hasnah. Setelah itu terjadilah peperangan antara kedua pasukan di daerah dekat Ramalah (Palestina), dan akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada orang-orang mukmin. Kemudian berita kemenangan itu disampaikan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, saat ia sedang sakit parah.

Setelah itu terjadilah perang Fihl dan perang Maraj Ash-Shuffar. Pada saat itu Abu Bakar telah memberangkatkan pasukan yang dipimpin Khalid bin Al Walid untuk menaklukkan Irak. Kemudian beliau mengutus seorang delegasi untuk menemui Khalid bin Al Walid agar berkenan membantu pasukan yang sedang bertugas di Syam.

Dia lalu memotong jalan padang pasir, sedangkan Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika itu menjabat sebagai panglima tertinggi dari semua pasukan. Ketika pasukan Islam mengepung Damaskus, Abu Bakar wafat, maka dengan segera Umar menurunkan perintah pencopotan Khalid dari posisi panglima pasukan dan digantikan dengan Abu Ubaidah. Setelah informasi pengangkatan dirinya sebagai pemimpin pasukan itu diterima, dia berusaha merahasiakannya untuk beberapa saat, karena pemahaman agamanya yang mendalam serta sifat lembut dan santunnya.

Ketika Damaskus telah berhasil dikuasai, pada saat itulah dia baru menunjukkan kekuasaannya, yakni membuat perjanjian damai dengan bangsa Romawi hingga akhirnya mereka bisa membuka pintu Selatan dengan jalan damai.

Jika Khalid bin Al Walid menaklukkan Romawi dengan cara militer dari arah Timur, maka Abu Ubaidah meneruskan penaklukkan tersebut melalui perjanjian damai.

Diriwayatkan dari Al Mughirah,bahwa Abu Ubaidah membuat perjanjian dengan mereka untuk menjamin keselamatan tempat ibadah dan rumah mereka.


Abu Ubaidah adalah pemimpin pasukan Islam dalam perang Yarmuk, perang yang menelan banyak korban dari pihak musuh dan berhasil memperoleh kemenangan. Abu Ubaidah wafat tahun 18 H, dalam usia 58 tahun.

BIOGRAFI 10 SAHABAT DI JAMIN SYURGA - ABDURRAHMAN BIN AUF RADHIYALLAAHU ‘ANHU

Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu ‘anhu adalah salah satu sahabat nabi yang kaya raya dan dermawan karena kemahirannya dalam berdagang. Ia termasuk salah satu sahabat nabi yang permulaan menerima Islam (Assabiqunal Awwaluun). Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk Islam.

Abdurrahman bin 'Auf adalah seorang shahabat Nabi yang mempunyai banyak keistimewaan, di antaranya adalah beliau diberitahukan masuk syurga ketika masih hidup serta termasuk salah seorang dari enam orang sahabat terbaik Rasulullaah

Kelahiran
Abdurrahman bin 'Auf dilahirkan pada tahun kesepuluh dari tahun Gajah dan umurnya lebih lebih muda dari Nabi selama sepuluh tahun. Dengan demikian Abdurrahman dilahirkan sekitar tahun 581 M. Namanya pada masa jahiliyah adalah Abdu Amru dan dalam satu pendapat lain Abdul Ka'bah. Lalu Rasulullaah menggantikannya menjadi Abdurrahman. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdu Manaf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah al-Qurasyi al-Zuhri. Nasabnya bertemu dengan Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam pada Kilab bin Murrah. Kinayahnya adalah Abu Muhammad sedangkan laqabnya al-Shadiq al-Barr. Ibunya bernama Asysyifa binti 'Auf bin Abdu bin al-Harits bin Zuhrah.

Kepribadian
Adalah sosok yang sangat bersegera dalam berinfak. Dialah Abdurrahman bin ‘auf, putih kulitnya, lebat rambutnya, banyak bulu matanya, mancung hidungnya, panjang gigi taringnya yang bagian atas, panjang rambutnya sampai menutupi kedua telinganya, panjang lehernya, serta lebar kedua bahunya. Dia adalah sahabat yang pandai berdagang dan sangat ulet. Maka mulailah ia menjual dan membeli. Selang beberapa saat ia sudah mengumpulkan keuntungan dari perdagangannya.

Disamping itu, ia juga sosok pejuang yang pemberani. Ia mengikuti peperangan-peperangan bersama Rasulullah. Pada waktu perang Badr, ia berhasil membunuh salah satu dari musuh-musuh Allah, yaitu Umair bin Utsman bin Ka’ab At Taimi. Keberaniannya juga nampak tatkala perang Uhud, medan dimana banyak diantara kaum muslimin yang lari, namun ia tetap ditempatnya dan terus berperang sehingga diriwayatkan, ia mengalami luka-luka sekitar dua puluh sekian luka. Akan tetapi perjuangannya di medan perang masih lebih ringan, jika dibanding dengan perjuangannya dalam harta yang dimilikinya.

Keuletannya berdagang serta doa dari Rasulullah, menjadikan perdagangannya semakin berhasil, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang kaya raya. Kekayaan yang dimilikinya, tidak menjadikannya lalai. Tidak menjadi penghalang untuk menjadi dermawan.

Diantara kedermawanannya, ialah tatkala Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam ingin melaksanakan perang Tabuk. Yaitu sebuah peperangan yang membutuhkan banyak perbekalan. Maka datanglah Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallaahu ‘anhu dengan membawa dua ratus ‘uqiyah emas dan menginfakkannya di jalan allah. Sehingga berkata Umar bin Khattab, ”Sesungguhnya aku melihat, bahwa Abdurrahman adalah orang yang berdosa karena dia tidak meninggalkan untuk keluarganya sesuatu apapun.” Maka bertanyalah Rasulullah kepadanya, ”Wahai Abdurrahman, apa yang telah engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Dia menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku telah meninggalkan untuk mereka lebih banyak dan lebih baik dari yang telah aku infakkan.” ”Apa itu?” tanya Rasulullah. Abdurrahman menjawab, ”Apa yang dijanjikan oleh allah dan RasulNya berupa rizki dan kebaikan serta pahala yang banyak.”

Suatu ketika datanglah kafilah dagang Abdurrahman di kota Madinah, terdiri dari tujuh ratus onta yang membawa kebutuhan-kebutuhan. Tatkala masuk ke kota Madinah, terdengarlah suara hiruk pikuk. Maka berkata Ummul Mukminin, ”Suara apakah ini?” Maka dijawab,”Telah datang kafilah Abdurrahman bin ‘Auf.” Ummul Mukminin berkata, ”Sungguh aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman masuk surga dengan keadaan merangkak’.” Ketika mendengarkan berita tersebut, Abdurrahman mengatakan, ”Aku ingin masuk surga dengan keadaan berdiri. Maka diinfakkanlah kafilah dagang tersebut.”

Beliau juga terkenal senang berbuat baik kepada orang lain, terutama kepada Ummahatul Mukminin. Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Menyertainya apabila mereka berhaji, yang ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Abdurrahman. Dia juga pernah memberikan kepada mereka sebuah kebun yang  nilainya sebanyak empat ratus ribu.

Puncak dari kebaikannya kepada orang lain, ialah ketika ia menjual tanah seharga empat puluh ribu dinar, yang kemudian dibagikannya kepada Bani Zuhrah dan orang-orang fakir dari kalangan muhajirin dan Anshar. Ketika Aisyah radhiyallaahu ‘anha mendapatkan bagiannya, ia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah bersabda, "tidak akan memperhatikan sepeninggalku, kecuali orang-orang yang bersabar. Semoga Allah memberinya air minum dari mata air Salsabila di surga.”

Diantara keistimewaan Abdurrahman bin Auf, bahwa ia berfatwa tatkala Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam masih hidup. Rasulullah juga pernah shalat di belakangnya pada waktu perang tabuk. Ini merupakan keutamaan yang tidak dimiliki orang lain. Abdurrahman bin Auf, juga termasuk salah seorang sahabat yang mendapatkan perhatian khusus dari Rasulullah. Terbukti tatkala terjadi suatu masalah antara dia dan Khalid bin Walid, maka Rasulullah bersabda, ”Wahai Khalid, janganlah engkau menyakiti salah seorang dari Ahli Badr (yang mengikuti perang Badr). Seandainya engkau berinfak dengan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan bisa menyamai amalannya.”

Disamping memiliki sifat yang pemurah dan dermawan, ia juga sahabat yang faqih dalam masalah agama. 
Berkata Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu: Suatu ketika kami duduk-duduk bersama Umar bin Khattab. Maka Umar berkata, ”apakah engkau pernah mendengar hadits dari Rasulullah yang memerintahkan seseorang apabila lupa dalam shalatnya, dan apa yang dia perbuat?” Aku menjawab, ”Demi Allah, tidak pernah wahai Amirul Mukminin. Apakah engkau pernah mendengarnya?” Dia menjawab, ”Tidak pernah, demi Allah.” Tatkala kami sedang demikian, datanglah Abdurrahman bin Auf dan berkata, ”Apa yang sedang kalian lakukan?” Umar menjawab, ”Aku bertanya kepada Ibnu Abbas,” kemudian ia menyebutkan pertanyaannya. Abdurrahman berkata, ”aku pernah mendengarkan tentang hal itu dari Rasulullah.” "Apa yang engkau dengar wahai Abdurrahman?” Maka ia menjawab, ”Aku mendengar Rasulullah bersabda: "Apabila lupa salah seorang diantara kalian di dalam shalatnya, sehingga tidak tahu apakah ia menambah atau mengurangi, apabila ragu satu raka’at atau dua raka’at, maka jadikanlah satu raka’at, dan apabila ia ragu dua raka’at atau tiga raka’at, maka jadikanlah dua raka’at, dan apabila ia ragu tiga raka’at atau empat raka’at, maka jadikanlah tiga raka’at, sehingga keraguannya di dalam menambah, kemudian sujud dua kali dan dia dalam keadaan duduk sebelum salam, kemudian salam.”

Hijrah Bersama Rasul
Abdurrahman memeluk agama Islam sebelum Rasulullah saw menjadi rumah al-Arqam sebagai pusat dakwah.Ia mendapatkan hidayah dari Allah Subhana Wa Ta'ala dua hari sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk Islam. Seperti orang-orang yang pertama masuk islam lainnya, Abdurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Namun hal tersebut tidak membuatnya bergeming sedikitpun, sekalipun maut akan menjemputnya. Ia tetap sadar dan konsisten membenarkan dan mengikuti risalah yang dibawa oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Lantaran konsistennya dalam menegakkan panji-panji Islam dan menjadi pengikut setia Rasulullah, kemudian ia menjadi salah seorang pelopor bagi orang-orang yang hijrah untuk Allah dan Rasulnya.

Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah (sekarang Ethiopia-red) bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum Quraisy yang tak henti-hentinya menteror mereka. Tatkala Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan para sahabat hendak melakukan hijrah ke Madinah, Abdurrahman termasuk orang yang menjadi pelopor kaum Muslimin untuk mengikuti ajakan Nabi yang mulia ini. Di kota Madinah, Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam banyak mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Di antaranya Abdurrahman radhiyallaahu ‘anhu yang dipersaudarakan dengan Saad bin Rabi' al-Anshory radhiyallaahu ‘anhu.

Seperti layaknya para muhajirin lainnya yang meninggalkan kota Mekkah, Abdurrahman bin Auf di samping meninggalkan kota kelahirannya Mekkah juga meninggalkan seluruh harta yang dimilikinya sehingga setibanya di Madinah beliau tidak memiliki apapun harta dan bahkan beliau tidak memiliki isteri.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Abdurrahman bin Auf telah dipersaudarakan (oleh Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam) dengan Sa'ad bin al-Rabi' al-Ansari tatkala tiba di Madinah. Lalu Sa'ad berkata kepadanya: Saudaraku! Saya adalah salah seorang penduduk Madinah yang punya banyak harta, pilihlah dan ambillah/ dan saya juga mempunya dua orang isteri, lihatlah salah satunya yang mana yang menarik hatimu sehingga saya bisa mentalaknya untukmu. Abdurrahman menjawab semoga Allah memberkatimu pada hartamu dan keluargamu (akan tetapi) tunjukkanlah di mana letak pasarmu. 

Merekapun menunjukkan pasar, maka beliaupun melakukan transaksi jual beli sehingga mendapatkan laba (yang banyak) dan telah mampu membeli keju dan lemak. Kemudian tidak lama berselang iapun sudah dipenuhi oleh wewangian (menikah). Lalu Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam bertanya: "apa gerangan yang terjadi denganmu?", Ia menjawab: "Wahai Rasulullah, aku telah menikah. Baginda bertanya: apa maharnya? Ia menjawab: "emas sebesar biji kurma". Baginda bertanya kembali: "buatlah walimah (pesta perkawinan) walaupun dengan satu ekor kambing".

Rasulullah sangat jeli melihat keadaan Abdurrahman bin Auf sehingga beliau dipersaudarakan dengan Sa'ad bin al-Rabi' yang merupakan salah seorang penduduk Madinah yang mempunyai banyak harta. Persaudaraan ini membuahkan hasil yang sangat kuat sekali bagi terjalinnya ikatan yang sangat kuat di antara keduanya. Hal ini digambarkan ketika Sa'ad bin al-Rabi' menawarkan setengah kekayaannya untuk dibagi percuma dan istrinya yang dicintai untuk dinikahi oleh Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman. Walaupun Sa'ad bin al-Rabi' menawarkannya didasarkan oleh niat tulus ikhlas namun Abdurrahman bin Auf bukanlah tipe manusia yang memanfaatkan kesempatan sehingga beliau menolak secara halus dengan ungkapan semoga Allah memberkatimu, keluargamu dan hartamu.

Abdurrahman bin Auf boleh miskin materi, tapi ia tidak akan pernah menjadi miskin mental. Jangankan meminta, ia pun pantang menerima pemberian orang selain upahnya sendiri. 'Tangan di bawah' sama sekali bukan perilaku mulia. Abdurrahman bukan hanya tahu, melainkan memegang teguh nilai itu. Ia pun memutar otak bagaimana dapat keluar dari kemiskinan tanpa harus menerima pemberian orang lain. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Ia pun pergi ke pasar dan mengamatinya secara cermat. Dari pengamatannya ia tahu, pasar itu menempati tanah milik seorang saudagar Yahudi. Para pedagang berjualan di sana dengan menyewa tanah tersebut, sebagaimana para pedagang sekarang menyewa kios di mal.

Kreativitas Abdurrahman pun muncul. Ia minta tolong saudara barunya untuk membeli tanah yang kurang berharga yang terletak di samping tanah pasar itu. Tanah tersebut lalu dipetak-petak secara baik. Siapa pun boleh berjualan di tanah itu tanpa membayar sewa. Bila dari berdagang itu terdapat keuntungan, ia menghimbau mereka untuk memberikan bagi hasil seikhlasnya. Para pedagang gembira dengan tawaran itu karena membebaskan mereka dari biaya operasional. Mereka berbondong pindah ke pasar baru yang dikembangkan Abdurrahman. Keuntungannya berlipat. Dari keuntungan itu, Abdurahman mendapat bagi hasil. Semua gembira. Tak perlu makan waktu lama, Abdurrahman keluar dari kemiskinan, bahkan menjadi salah seorang sahabat Rasul yang paling berada.

Kegigihannya dalam berdagang juga seperti yang beliau ungkapkan sendiri: "aku melihat diriku kalau seandainya akau mengangkat sebuah batu aku mengharapkan mendapatkan emas atau perak".

Sumbangan di Jalan Allah Subhana Wa Ta'ala
Laba dari perniagaannya yang semakin meningkat dari ke hari tidaklah menyebabkan beliau menjadi manusia yang pelit dan kikir serta jauh dari jalan Allah. Bahkan beliau tidak segan-segan untuk menyumbangkan hartanya di jalan Allah dan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa beliau menyumbangkan setengah dari hartanya. Hal ini seperti disebutkan Zuhri bahwa Abdurrahman bin Auf menyumbangkan setengah dari hartanya sebanyak empat ribu dirham pada masa Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam.

Kemudian beliau menyumbangkan empat ribu dirham, kemudian empat puluh dinar, kemudian lima ratus kuda perang di jalan Allah, kemudian seribu lima ratus tunggangan/ rahilah di jalan Allah, dan semua penghasilannya bersumber dari perniagaan.

Kemurahan hatinya untuk menyumbangkan hartanya di jalan tidak hanya berhenti dengan menyumbangkan setengah dari hartanya bahkan dalam kesempatan lainnya disebutkan bahwa beliau menyumbangkan keseluruhan hartanya.

Hal ini seperti diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu bahwa manakala Abdurrahman bin Auf ditimpa oleh sebuah penyakit beliau mewasiatkan sepertiga hartanya, maka tatkala sembuh beliau menyumbangkan sendiri dengan tangannya, kemudian berkata:Wahai sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam.: saya akan memberikan sebanyak empat ratus dinar ke atas semua pasukan Badar, lalu Utsman dan beberapa orang lainnya datang menemuinya: lalu orang-orang bertanya kepadanya: Wahai Abu Umar, bukankah anda orang kaya? Ia berkata: ini adalah wasiat dari Abdurrahman dan bukan sedekah, dan ia termasuk harta yang halal. Maka ia menyumbangkan sebanyak seratus lima puluh ribu dinar kepada mereka, lalu tatkala menjelang malam beliau duduk sendiri di rumahnya, lalu menuliskan sebuah memo untuk dibagikan semua hartanya kepada para muhajirin dan Anshar, bahkan beliau menulisbajunya yang dipakainya dalam memo tersebut, dan tidak ada satupun yang disisakannya kecuali dibagikan semuanya kepada kaum fakir.

Ketika menunaikan shalat shubuh di belakang Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam turunlah Jibril dan berkata: Wahai Muhammad sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: "Kirimkanlah salam saya buat Abdurrahman dan terimalah semua memonya kemudian kembalikanlah semua kepadanya dan katakan kepadanya: "Allah telah menerima sedekahmu dan ia adalah wakil Allah dan wakil Rasul-Nya maka kembangkanlah hartanya sesuai dengan kemauannya, dan kelolalah hartanya sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya dan ia tidak akan diminta pertanggungjawaban dan beritahulah kabar gembira (ia dijamin masuk syurga)."

Disamping menyumbangkan hartanya untuk fakir miskin dan orang-orang tertentu beliau juga diceritakan merupakan orang yang paling banyak memerdeka-kan hamba. Dalam sebuah riwayat Ja'far bin Burqan berkata: saya pernah mendengar bahwa Abdurrahman bin Auf telah memerdekakan hamba sebanyak tiga puluh ribu jiwa. Dan Abu Amr berkata: dalam satu riwayat disebutkan bahwabeliau memerdekakan sebanyak tiga puluh hamba dalam satu hari.

Keutamaan Abdurrahman bin Auf
Ke-Islam an Abdurrahman bin Auf sejak dini menjadikan beliau sebagai pribadi yang paling pertama menghadapi kerasnya penentangan dari penduduk Quraisy Mekkah, sehingga akhirnya beliau dan beberapa sahabat lainnya diizinkan oleh Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam berhijrah ke Habsyah pada gelombang pertama.

Menurut para ulama, pemilihan kota Habsyah (Ethiopia) sebagai tujuan hijrah pada masa itu disebabkan Habsyah adalah merupakan sebuah negara yang tidak mempunyai ikatan diplomasi dengan negara-negara Arab sehingga dalam hukum international di era modern disebutkan bahwa negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik maka tidak boleh melakukan ektradisi terhadap orang yang berlindung di dalam negaranya.

Dan ini merupakan pemilihan yang sangat tepat dari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan diceritakan bahwa ketika utusan Quraisy membujuk Najasyi agar mengusir para muhajirin dari bumi Habsyah, beliau berkata bahwa saya tidak akan melakukan kecuali setelah mengetahui alasan dari pribadi tersebut. Dan ternyata setelah mendengarkan penjelasan dari Ja'far bin Abi Thalib, Najasyi mengembalikan semua hadiah yang diberikan oleh utusan Quraisy dan mengusir keduanya serta menjamin keamanan seluruh kaum muslimin di negaranya.

Abdurrahman bin Auf merupakan di antara para shahabat yang mendapatkan beberapa keistimewaan di antaranya:

1. Menjadi Imam Shalat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa dalam satu peperangan Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam menjadi makmum Abdurrahman bin Auf. Dalam cerita panjang lebar Amr bin Wahab mengatakan bahwa al-Mughirah bin Syu'bah menyebutkan bahwa menjelang shubuh hari Nabi mengajak al-Mughirah untuk menemaninya membuang hajat. Setelah buang hajat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam memintanya untuk mengambalikan air wudhu' namun ternyata mereka sudah terlambat karena rombongan sedang menunaikan shalat yang diimami oleh Abdurrahman bin Auf. Ketika itu ia mencoba untuk menghentikan shalat jemaah tersebut dengan kembali mengumandangkan azan namun Nabi s.a.w. melarangnya sehingga Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. menjadi makmun kepada Abdurrahman bin Auf. Dalam satu hadits lainnya diriwayatkan oleh al-Mughirah: Nabi tidak meninggal sehingga menjadi makmum orang shalih dari ummatnya.

2. Calon Penghuni Syurga
Beliau merupakan salah seorang shahabat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam yang dijamin masuk syurga Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Sa'id bin Zayd berkata: Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam berkata: sepuluh orang yang dijamin masuk syurga: Abu Bakar, Umar, Ali, Utsman, Zubair, Thalhah, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan Sa'ad bin Abi Waqqas. Beliau berkata: beliau telah menyebutkan satu persatu dari yang sembilan orang dan kemudian berhenti sejenak pada bilang yang kesepuluh. Maka orang bertanya-tanya: kami memohon kepadamu atas nama Allah siapakah orang yang kesepuluh? Beliau menjawab: kalian meminta keseriusan saya atas nama Allah, (orang yang yang kesepuluh adalah) Abu al-A'war (kinayah terhadap Sa'id bin Zaid).

3. Kecintaan Nabi SAW. terhadap Abdurrahman bin Auf r.a.
Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha menceritakan bahwa Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam bersabda: "Sesungguhnya yang akan menjaga kamu sekalian sepeninggalku adalah al-Shadiq al-Bar (Abdurrahman bin Auf), Ya Allah hidangkanlah minuman mata air syurga kepada Abdurrahman bin Auf."

Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam juga bersabda: "Engkau adalah orang kepercayaan penduduk bumi dan engkau juga orang kepercayaan penduduk langit."


4. Ayat al-Quran yang Memujinya
Al-Quran memuji keutamaannya, di antaranya seperti yang diriwayatkan dari Saib tentang firman Allah ta'ala (Al-Baqarah: 267)diturunkan untuk Utsman radhiyallaahu ‘anhu dan Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu ‘anhu

Adapun tentang Abdurrahman bin Auf diceritakan bahwa ia menyumbangkan empat ribu dirham kepada Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam lalu ia berkata: sebenarnya saya punya delapan ribu dirham (akan tetapi) saya tinggalkan empat ribu dirham untuk diri sendiri dan keluarga sedangkan empat ribu dirham saya sumbangkan di jalan Allah, maka Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam bersabda:semoga Allah memberkati apa yang telah engkau tinggalkan dan apa yang telah engkau sumbangkan.

5. Salam dan berita masuk syurga dari Allah
Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu berkata: "manakala kafilah dagang Abdurrahman bin Auf kembali dari Syam langsung dibawa kepada Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam lalu Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam berdoa untuknya agar dimasukkan syurga, lalu turunlah Jibril berkata: Sesungguhnya Allah mengirimkan salam untukmu dan berkata: kirimkanlah salam saya kepada Abdurrahman bin Auf dan sampaikan berita gembira beliau masuk syurga."

6. Penghargaan Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam
Abu Umar dan beberapa orang lainnya berkata: "Abdurrahman bin Auf ikut dalam perang Badar dan semua peperangan lainnya, beliau tetap setia membentengi Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam pada perang Uhud, salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk syurga, salah seorang dari delapan orang yang terdahulu masuk syurga, salah seorang dari enam orang anggota syurga yang disaksikan oleh Umar bahwa Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam telah ridha terhadap mereka, salah seorang dari lima orang yang masuk Islam dalam tangan Abu Bakar.

Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam pernah mengutusnya ke Dumah al-Jandal, memakaikan surban dan menyalipnya pada ke dua bahunya lalu berkata kepadanya: "pergilah dengan mengucapkan bismillah" dan mewasiatkannya beberapa wasiat, dan berkata kepadanya: "jika Allah memberi kemenangan kepadamu maka kawinilah anak perempuan dari pemimpin mereka", atau disebutkan berkata anak perempuan raja mereka sedangkan pemimpin mereka adalah al-Asbagh bin Tha'labah al-Kalibi lalu ia-pun mengawini anak perempuannya Tamadhur dan ia adalah ibu dari anaknya Abi Salamah.

7. Kekuatan Iman Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu 'anhu Diakui Rasulullaah
Ubaidillah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud berkata: Bahwa Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam memberikan (sesuatu) kepada khalayak ramai dan tidak memberikan apapun kepada Abdurrahmah bin Auf sedangkan ia berada dalam khalayak tersebut, laluAbdurrahman bin Auf keluar dari barisan tersebut dalam keadaan menangis, maka Umar bin Khattab melihat dan berkata: apa yang membuatmu menangis? Ia menjawab: Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam memberikan sesuatu kepada orang ramai padahal saya ada di tengah orang-orang tersebut, maka aku takut Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam tidak memberikan sesuatu kepadaku disebabkan oleh hal yang tidak disukai dariku. Beliau berkata: lalu Umar masuk menemui Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan menceritakan peristiwa yang dialami oleh Abdurrahman bin Auf, lalu Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam berkata: Saya tidak marah kepadanya akan tetapi telah menyerahkannya kepada keimanannya.

8. Orang yang sudah bahagia dalam perut ibunya
Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf berkata: manakala Abdurrahman bin Auf terlelap sebentar kemudian bangun kembali lalu bercerita:sesungguhnya telah datang kepadaku dua orang malaikat yang berperawakan menakutkan lalu keduanya berkata: ikuti bersama kami untuk diadukan kepada Allah. Ia berkata: lalu keduanya dijumpai oleh seorang malaikat maka berkata: mau dibawa kemana lelaki tersebut? Keduanya menjawab: kami mau mengadukannya kepada Allah. Ia berkata: lepaskanlah ia karena sesungguhnya ia telah dituliskan sebagai lelaki bahagia sedangkan ia masih dalam kandungan ibunya.


9. Keilmuannya
Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu bahwa ketika Umar menuju ke Syam dan manakala sampai di Sara' beliau dikabarkan bahwa Syam telah dilanda oleh penyakit waba' (penyakit menular), lalu mengumpulkan semua sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan meminta pendapat, sehingga muncullah berbagai pendapat namun beliau menyetujui pendapat untuk kembali (agar tidak meneruskan perjalanan). Tiba-tiba muncullah Abdurrahman bin Auf yang menghilang beberapa saat karena buang hajat lalu berkata:Sesungguhnya saya sangat mengerti masalah ini, karena aku pernah mendengar Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam bersabda:apabila terjadi penyakit menular di suatu tempat maka janganlah kamu masuk ke dalamnya dan apabila terjadi di suatu tempat sedangkan kamu berada di dalamnya maka janganlah kamu keluar darinya karena lari dari penyakit tersebut.

10. Rujukan Umar
Anas radhiyallaahu ‘anhu menceritakan bahwa peminum khamar Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dijatuhkan hukuman pecut dengan pelepah kurma dan sandal sebanyak empat puluh kali dan demikian juga Abu Bakar. Seterusnya Anas radhiyallaahu ‘anhu menceritakan ketika Umar diangkat menjadi Khalifah: "sesungguhnya orang kampung telah datang ke kota, apa pendapat kalian tentang hukum peminum khamar?" Lalu Abdurrahman bin Auf berkata: kita menetapkan hukumannya di bawah hukuman hudud, maka (Umarpun) menetapkan hukuman sebanyak delapan puluh kali pecut.

11. Ketawadhuannya
Walaupun beliau merupakan sosok shahabat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam yang telah dijanjikan masuk syurga namun beliau titel tersebut tidak menyebabkan beliau lupa diri. Sa'id bin Jubair berkata: Abdurrahman bin Auf tidak dapat dibedakan di antara hamba sahayanya.

Wafat
Abdurrahman bin Auf meninggal pada tahun 31 H, dalam pendapat lain disebutkan pada tahun 32 H ketika berumur 75 tahun. Dalam pendapat lain disebutkan berumur 72 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi' yang diimami oleh Utsman berdasarkan wasiatnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Najjar di dalam kitab Akhbar al-Madinah dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Humaid dari Bapaknya berkata: ketika ajal hendak menjemputnya Aisyah mengirimkan seseorang kepadanya supaya dikuburkan di sisi Rasulullah dan kedua saudaranya, maka ia menjawab: saya tidak mau menyempitkan ruang rumahmu karena sesungguhnya saya telah berjanji kepada Ibnu Maz'un siapa saja yang meninggal maka akan dikuburkan di sisi sahabatnya dan dengan demikian makam Utsman bin Maz'un dan Abdurrahman bin Auf berada di sisi qubah Ibrahim bin Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam

Harta Warisan
Abdurrahman bin Auf meninggalkan dua puluh delapan anak lelaki dan delapan anak perempuan. Hal yang sangat menarik sekali bahwa walaupun sudah menyumbangkan hampir keseluruhan hartanya di jalan Allah. namun beliau masih meninggalkan harta warisan yang sangat banyak sekali. Dalam sebuah riwayat dari Muhammad, beliau menceritakan bahwa di antara harta peninggalan Abdurrahman bin Auf adalah emas murni sehingga tangan para tukang merasa kewalahan (lecet) untuk membagikannnya dan empat orang isterinya masing-masing menerima harta warisan sebanyak delapan puluh ribu dinar.


Abu Amr berkata: "beliau adalah seorang pedagang sukses dalam bidang bidang perniagaan, sehingga mendapatkan laba yang sangat banyak dan meninggalkan sebanyak seribu unta, tiga ratus kambing, seratus kuda perang yang digembalakan di daerah Naqi' dan mempunyai lahan pertanian sehingga kebutuhan keluarganya setahun dipasok dari hasil tanaman tersebut."

BIOGRAFI 10 SAHABAT DI JAMIN SYURGA - SA'AD BIN ABI WAQQASH RADHIYALLAAHU ‘ANHU

“Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah.”Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallaahu ‘anhu memperkenalkan dirinya. Dia adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan orang pertama yang memanah musuh di jalan Allah.
Sa'ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin ‘Abdi Manaf hidup di Bani Zuhrah, yang merupakan paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamdari pihak ibu. Wuhaib adalah kakek Sa’ad. Dia adalah paman Aminah binti Wahab, ibu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang mengenal Sa’ad sebagai paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari pihak ibu.


Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya, beliau merasa bangga kepadanya karena keberanian, kekuatan, dan kesungguhan imannya, maka beliau bersabda, “Ini adalah pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan kepadaku istrinya.”
Masuknya Sa’ad ke dalam Islam terjadi pada awal-awal munculnya Islam. Dia mengenal dengan baik Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamserta mengetahui kejujuran dan sifat amanah beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah sering bertemu dengannya sebelum beliau diutus menjadi rasul. Beliau mengetahui betapa besar kecintaan Sa’ad untuk berperang dan juga keberaniannya. Sa’ad sangat suka memanah. Dia selalu berlatih melempar anak panah.  


Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallaahu ‘anhu Masuk Islam
Dia masuk Islam dengan mudah dan tidak sulit, bahkan sangat cepat masuk Islam. Dia adalah orang ketiga dari tiga orang yang masuk Islam lebih dulu. 


Kondisi yang dialami Sa’ad tidak berbeda dengan kondisi orang-orang lain. Ketika ibunya yang bernama Hamnah mengetahui tentang keislamannya, sang ibu pun sangat marah kepadanya. Sang ibu berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, apakah kamu meninggalkan agamamu dan agama nenek moyangmu, lalu kamu mengikuti sebuah agama yang baru? Demi Allah, aku tidak akan mencicipi satu makanan dan minuman pun hingga kamu meninggalkan agama baru itu.” Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku dan tidak akan berpisah darinya.”


Sang ibu bersikeras dengan sikapnya, sementara dia mengetahui bahwa Sa’ad sangat mencintainya, sehingga hatinya akan merasa iba ketika dia melihat ibunya berada dalam kondisi tubuh yang lemah dan tidak sehat lagi. Sang ibu tetap melakukan niatnya. Namun karena Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia pun berkata ibunya, “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.” Sang ibu akhirnya mengetahui bahwa anaknya itu telah berubah dan tidak akan pernah kembali lagi ke agama sebelumnya untuk selama-lamanya.


Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan Sa’ad sebagai orang yang menyebabkan turunnya salah satu ayat Alquran, AllahSubhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya :
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”

Anak Panah Pertama Menumpahkan Darah Pertama
Sa’ad adalah orang yang pertama kali melemparkan anak panah dalam rangka berjuang di jalan Allah, dikisahkan bahwa suatu ketika kaum muslimin Makkah sedang mengerjakan shalat di lorong-lorong jalan yang ada di Makkah secara sembunyi-sembunyi. Namun sebagian kaum musyrikin melihat mereka, lalu kaum musyrikin pun menyerang kaum muslimin, maka Sa’ad bin Abi Waqqash bangun dan langsung menyerang , mereka. Dia memanah salah seorang dari mereka hingga darah mengalir dari tubuh orang tersebut. Inilah darah pertama yang ditumpahkan oleh umat Islam.
Saat kaum kuffar Makkah memboikot kaum muslimin, Sa’ad bersama Rasulullah berlindung di klan Abu Thalib, sehingga harus menahan lapar bersama beliau selama tiga tahun penuh. Selama itu Sa’ad hanya memakan dedaunan hingga akhirnya Allah pun menghendaki ujian ini berakhir. Tak lama kemudian Sa’ad radhiyalahu ‘anhu lalu pergi berhijrah ke madinah bersama orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallaahu ‘anhu berhijrah bersama saudaranya, Umair.


Jihad
Ketika orang yang bertugas untuk mengumandangkan seruan jihad berkata, “Hayya ‘alal jihad” (Mari berjihad). Sa’ad pun segera keluar dengan membawa pedang dan panahnya. Saat itu usia Sa’ad telah lebih dari dua puluh tahun, sedangkan Umair masih kecil. Umurnya belum mencapai tiga belas atau empat belas tahun. Sebagaimana biasanya, Rasulullah selalu memeriksa kondisi pasukannya. Beliau akan menolak anak-anak kecil yang tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk berperang. Rasulullah pun melihat Umair. Saat itu Umair bersembunyi agar dia tidak disuruh pulang oleh Rasulullah, yang menyebabkan dirinya tidak bisa ikut berperang bersama dengan kaum muslimin. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam nelihatnya, maka beliau menolak dan menyuruh Umair untuk pulang. Umair pun menangis hingga Nabi merasa iba kepadanya. Akhirnya, Rasulullah membolehkan Umair untuk keluar bersama pasukan Badar. Umair pun berdiri disamping Sa’ad guna berjihad di jalan Allah.Ketika peperangan selesai dan debu tidak lagi beterbangan, terlihatlah 14 orang dari kaum muslimin yang gugur sebagai syahid. Orang yang paling muda diantara ke-14 orang tersebut adalah Umair bin Abi Waqqash. Sa’ad pun pulang dengan membawa kemenangan di satu tangannya dan tangisan (kesedihan) di tangan yang lain.

Kehidupan berjihad berlangsung dengan cepat. Orang-orang Islam berpindah dari satu pertempuran ke pertempuran yang lain hingga tibalah saatnya perang Uhud. Saat itu para pasukan pemanah tidak mematuhi ucapan Nabi kita, lalu mereka meninggalkan tempat-tempat mereka. Melihat keadaan itu, pasukan kaum musrykin pun menyerang kaum muslimin hingga akhirnya mereka sampai ke Rasulullah yang pada saat itu hanya segelintir shahabat saja yang ada di samping beliau, diantaranya Sa’ad bin Abi Waqqash radhiiyallahu ‘anhu. Ketika Rasulullah melihat Sa’ad, beliau bersabda kepadanya, “Usir mereka (maksudnya pukul mundur orang-orang musyrik itu).” Sa’ad berkata, “Bagaimana aku dapat melakukan hal itu sendirian?”

Akan tetapi kemudian, Sa’ad segera mengeluarkan anak panah dari sarungnya, lalu dia melemparkan anak panah itu ke arah salah seorang dari kaum musyrikin hingga orang itu tewas. Sa’ad kembali mengambil anak panah yang lain, lalu dengan anak panah itu dia pun membunuh salah seorang lainnya dari kaum musyrikin. Demikianlah, panahnya telah membunuh banyak orang musyrik, maka Sa’ad mengambil panahnya itu, lalu berkata, “Ini adalah panah yang diberkahi oleh Allah.” Sa’ad tidak pernah ikut serta dalam satu pertempuran, kecuali ia akan membawa anak panah tersebut, dan hal itu terus dilakukannya hingga dia meninggal dunia.


Pada hari yang menyedihkan itu, datanglah Ummu Aiman  untuk memberi minuman kepada para pasukan yang terluka dalam medan perang. Tiba-tiba seorang kafir melemparnya dengan anak panah, hingga dia pun terjatuh dan auratnya terbuka. Orang kafir tersebut pun tertawa. Melihat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam segera mengambil sebuah anak panah, lalu beliau bersabda kepada Sa’ad, “Wahai Sa’ad, lemparlah (anak panah ini)! Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu.”


Demikianlah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menggabungkan penyebutan nama ayah dan ibu beliau ketika meminta sesuatu kepada Sa’ad, dan hal itu belum pernah beliau lakukan terhadap siapapun, kecuali kepada Sa’ad radhiallahu ‘anhu. Setelah Sa’ad melepaskan anak panah, anak panah tersebut tepat mengenai leher orang kafir itu, hingga ia pun tewas seketika. Melihat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa, lalu beliau bersabda, “Sa’ad telah melakukan pembalasan untuknya (untuk Ummu Aiman). Semoga Allah mengabulkan doanya.”

Anak Panah yang Diberkahi dan Doa yang Dikabulkan
Yang menjadi senjata Sa’ad dalam setiap peperangannya adalah “anak panah yang diberkahi” dan “doa yang dikabulkan” itu.


Sa’ad selalu teringat akan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang ditujukkan kepadanya, “Makanlah yang baik-baik, wahai Sa’ad, niscaya doamu akan dikabulkan.” Dia juga teringat sabda Rasulullah lainnya, “Ya Allah, tepatkanlah lemparannya dan kabulkanlah doanya.”


Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa Nabi-Nya itu, maka Sa’ad radhiallahu ‘anhu pun menjadi pemanah jitu dan doanya selalu terkabulkan.


Mengenai lemparan jitu dan anak panah yang selalu mengenai sasaran, dapat dilihat dengan jelas dalam pertempuran-pertempuran yang selalu diikuti oleh Sa’ad dalam melawan orang-orang musyrik, terutama ketika dia menjadi pemimpin pasukan kaum muslimin dalam penaklukan negeri Persia dengan tujuan menyebarluaskan Islam disana.
Sebelum terjadinya peperangan yang sangat masyhur di negeri Persia (Qadisiyah), orang –orang Persia telah berkumpul dalam jumlah yang besar guna menghadapi orang-orang Islam. Saat itu Umar bin Khattab yang menjadi Amirul Mukminin ingin keluar guna menghadapi pasukan Persia dan memimpin pasukan kaum muslimin, namun ‘Ali bin Abi Thalib berhasil merayunya agar dia mengurungkan niatnya tersebut.


Tugas yang sangat sulit ini tidak mungkin dapat dilakukan, kecuali oleh orang yang memiliki kekuatan, baik dalam hal keimanan maupun fisiknya. Dari sini, ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata kepada ‘Umar, “Sebaiknya kamu mengutus orang yang memiliki cakar-cakar seperti singa. Dia adalah Sa’ad bin Abi Waqqash.” Umar pun mempertimbangkan perkataan ‘Abdurrahman tersebut hingga akhirnya dia berpendapat bahwa Sa’ad merupakan singa yang pantas untuk dipercaya melakukan tugas yang sulit itu.


Umar pun menunjuknya sebagai pemimpin pasukan, lau dia berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, janganlah kamu terperdaya bila dikatakan (kepadamu) : ‘Engkau adalah paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan engkau adalah shahabat Rasulullah.’ Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menghapus suatu kejelekan dengan kejelekan lainnya, melainkan dia akan menghapus suatu kejelekan dengan kebaikan. Wahai Sa’ad, sesungguhnya tidak ada satu hubungan pun antara Allah dengan salah seorangpun (dari hamba-hamba-Nya), kecuali hubungan ketaatan.”
Sa’ad bin Abi Waqqash pun keluar sebagai singa bagi Allah dan Rasul-Nya yang diutus untuk memimpin kaum muslimin dalam sebuah peperangan yang sangat menentukan di negeri Qadisiyah.
Melalui perantara Sa’ad, Allah memadamkan “api” (yang menjadi sesembahan) orang-orang Majusi, membersihkan bumi Persia dari najis, dan mengubah tempat-tempat penyembahan api menjadi masjid-masjid yang dipakai untuk menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Madain, ibu kota Persia, pun jatuh ke tangan kaum muslimin, lalu Allah memuliakan pasukan-Nya dengan memberikan kemenangan kepada mereka.
Meskipun pada waktu itu Sa’ad sedang merasakan kesakitan pada sebagian anggota tubuhnya, tetapi dia berusaha untuk menahan rasa sakit itu. Dia tetap memimpin kaum muslimin guna meraih pertolongan yang telah dijanjikan Allah. Pada saat itu kaum muslimin pun selalu mengulang-ulangi perkataan, “Cukuplah Allah sebagai (penolong kami). Sesungguhnya Dia adalah sebaik-baik pelindung.” Sa’ad dan kaum muslimin berjalan menyeberangi sungai Dijlah hingga mereka dapat sampai di tempat kaum musyrikin. Akhirnya, mereka dapat mengalahkan orang-orang Persia secara total. Hal itu tidak lepas dari kehebatan pemimpin mereka, sang pemilik anak panah yang selalu mengenai sasaran dan pemilik lemparan yang tepat.
Adapun doa yang selalu dikabulkan merupakan senjata kedua yang dipergunakan oleh Sa’ad dalam berperang melawan musuh-musuh Allah. Pintu-pintu langit selalu terbuka untuk menyambut setiap doa yang dipanjatkan Sa’ad. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan selalu mengabulkan doa dan permintaan Sa’ad kapan saja dia berdoa dan meminta kepada-Nya.
Sa’ad mempunyai beberapa orang anak yang masih kecil, sedangkan dia sendiri telah tua, sebab ia tergolong terlambat memiliki anak. Ketika Sa’ad sakit keras hingga hampir saja dia wafat, dia pun berdoa kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai beberapa orang anak yang masih kecil-kecil, maka tangguhkanlah kematianku hingga mereka baligh (dewasa).” Allah pun menangguhkan kematian Sa’ad dua puluh tahun lagi hingga semua anaknya telah besar (dewasa).


Suatu hari ada seorang laki-laki yang mencaci Ali, Thalhah, dan Zubair. Melihat itu, Sa’ad pun melarang orang itu agar tidak melakukan hal tersebut, namun orang itu tak mau berhenti dari perbuatannya, bahkan dia terus mengulangi perkataannya itu. Karenanya, Sa’ad berkata, “Hentikanlah perbuatanmu ! Jika kamu tidak mau, maka aku akan berdoa untuk kejelekan dirimu!” Orang itu berkata dengan nada mengejek, “Kamu mengatakan hal itu seolah-olah kamu adalah seorang nabi hingga doamu pun pasti dikabulkan.” Sa’adradhiallahu ‘anhu pun berdiri, lalu dia berwudhu, dan melakukan shalat dua rakaat. Setelah itu dia berdoa untuk kejelekan orang tersebut.


Tidak berselang lama, orang laki-laki itu pun menjadi sebuah pelajaran dan bukti yang memperlihatkan kepada Sa’ad bahwa AllahSubhanahu wa Ta’ala telah menerima doanya. Tiba-tiba keluarlah seekor unta yang kuat yang datang dengan membabi buta, sepertinya ia sedang mencari seorang laki-laki yang di doakan oleh Sa’ad teersebut. Ketika melihat laki-laki tersebut, unta itu langsung menendang orang tersebut dengan menggunakan kaki-kakinya hingga orang itu pun jatuh ke tanah. Unta itu masih terus menendang dan menginjak orang tersebut hingga dia mati.

Wafatnya Sa’ad bin Abi Waqqash
Setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, tidak banyak kebaikan dunia yang masih tersisa. Sebagian kaum muslimin saling berseteru dengan sebagian yang lainnya. Adapun Sa’ad berusaha menjauhkan diri dari fitnah (kerusuhan) tersebut. Dia juga tidak turut berperang dalam kubu Ali ataupun Muawiyyah. Akan tetapi, dia lebih memilih untuk tinggal di Madinah yang berada jauh dari tempat terjadinya kerusuhan tersebut. Dia menjadi wali (gubernur) disana.


Ketika hari kematiannya datang, dia sempat berkata, “Aku mempunyai sebuah jubah yang terbuat dari bulu. Ketika menghadapi pasukan kaum musyrikin pada peperangan Badar, aku mengenakan jubah tersebut. Sesungguhnya aku ingin bertemu Allah dengan menggunakan jubah tersebut. Karenanya, kafanilah aku dengan jubah itu bila aku meninggal.” Pada pagi hari di tahun ke-55 Hijriyah, kaum muslimin melayat Sa’ad. Mereka memakamkannya di Baqi’ di samping kuburan para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (Ummahat Almu’minin) ikut mendoakannya. Mereka semua menangis tersedu-sedu, karena sang pelempar jitu dan pemilik doa yang selalu terkabulkan itu telah meninggal dunia.

Teririmg doa untuk belioau, semoga kita dapat meneladani.

BIOGRAFI 10 SAHABAT DI JAMIN SYURGA - THALHAH BIN UBAIDILLAH RADHIYALLAAHU ‘ANHU

SAHABAT 5 - THALHAH BIN UBAIDILLAH RADHIYALLAAHU ‘ANHU – BIOGRAFI

Beliau ialah Thalhah bin Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu bin Usman bin Ka’ab bin Sa’ad, seorang sahabat Quraisy. Merupakan salah seorang daripada 6 (enam) orang sahabat yang dicalonkan sebagai pengganti Khalifah Umar bin Khattab sepeninggalnya, dan juga merupakan salah seorang yang dijanjikan syurga.

Setelah Khalifah Umar ditikam oleh Abu Luk-luk, ia sempat memyebut 6 orang sahabatnya sebagai calon penerus kekhalifahan, yaitu:
1. Usman Bin Affan rhadiyallaahu 'anhu,
2. Abdul Rahman Bin Auf  rhadiyallaahu 'anhu,
3. Ali Bin Abu Talib rhadiyallaahu 'anhu,
4. Thalhah Bin Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu,
5. Zubair al-Awwam rhadiyallaahu 'anhu dan,
6. Saad Abi Waqqas rhadiyallaahu 'anhu

Beliau selalu aktif di setiap peperangan kecuali Perang Badar. Beliau telah menyertai peperangan Uhud dan menyumbangkan suatu sumbangan yang besar Di dalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau.. Beliau telah melindungi Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dengan dirinya sendiri dan menahan panah dari terkena baginda dengan tangannya sehingga lumpuh jari-jarinya.

Thalhah Memeluk Islam
Beliau masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq rhadiyallaahu 'anhu. Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy, ia memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua.

Pada suatu ketika Thalhah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya. Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak, "Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?" "Ya, aku penduduk Makkah," sahut Thalhah. "Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?" tanyanya."Ahmad yang mana?" Pendeta itu berkata: "Ahmad bin Abdullah. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda," sambung pendeta itu. Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah rhadiyallaahu 'anhu hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah.

Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya, "Ada peristiwa apa sepeninggalku?" "Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya," jawab mereka. ”Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy," berkata Thalhah rhadiyallaahu 'anhu.

Setelah itu Thalhah langsung mencari Abu Bakar. "Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?" "Betul." Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu menceritakan kisah Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wassalam sejak peristiwa di gua Hira' sampai turunnya ayat pertama.

Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita, Thalhah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang, lalu ia mengajak Thalhah untuk menemui Rasulullaah dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah rhadiyallaahu 'anhu langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Pengorbanan Thalhah kepada Rasulullah
Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu selalu teringat pada Thalhah rhadiyallaahu 'anhu. Ia berkata, "Perang Uhud adalah harinya Thalhah. Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Ketika melihat aku dan Abu Ubaidah, beliau berkata kepada kami: "Lihatlah saudaramu ini." Pada waktu itu aku melihat tubuh Thalhah terkena lebih dari (70) tujuh puluh tikaman atau panah dan jari tangannya putus."

Diceritakan ketika tentara Muslim terdesak mundur dan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dalam bahaya akibat ketidakdisiplinan pemanah-pemanah dalam menjaga pos-pos di bukit, di saat itu pasukan musyrikin bagai kesetanan merangsek maju untuk melumat tentara muslim dan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam, terbayang di pikiran mereka kekalahan yang amat memalukan di perang Badar. Mereka masing-masing mencari orang yang pernah membunuh keluarga mereka sewaktu perang Badar dan berniat akan membunuh dan memotong-motong dengan sadis. Semua musyrikin berusaha mencari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Dengan pedang-pedangnya yang tajam dan mengkilat, mereka terus mencari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Tetapi kaum muslimin dengan sekuat tenaga melindungi Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam, melindungi dengan tubuhnya dengan daya upaya, mereka rela terkena sabetan, tikaman pedang dan anak panah. Tombak dan panah menghunjam mereka, tetapi mereka tetap bertahan melawan kaum musyrikin Quraisy. Hati mereka berucap dengan teguh, "Aku korbankan ayah ibuku untuk engkau, ya Rasulullah". Salah satu diantara mujahid yang melindungi Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam adalah Thalhah. Ia berperawakan tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri. Ia melompat ke arah Rasulullah yang tubuhnya berdarah. Dipeluknya Beliau dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengelilinginya bagai laron yang tidak memperdulikan maut. Alhamdulillah, Rasulullah selamat.

Thalhah memang merupakan salah satu pahlawan dalam barisan tentara perang Uhud. Ia siap berkorban demi membela Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Ia memang patut ditempatkan pada barisan depan karena Allaah menganugrahkan kepada dirinya tubuh kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan keikhlasan pada agama Allaah. Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam telah tewas. Alhamdulillah, Rasulullah selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka. Beliau dipapah oleh Thalhah rhadiyallaahu 'anhu menaiki bukit yang ada di ujung medan pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah, seraya berkata, "Aku tebus engkau Ya Rasulullah dengan ayah ibuku." Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam tersenyum dan berkata, "Engkau adalah Thalhah kebajikan." Di hadapan para sahabat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalambersabda, "Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh" Yang dimaksud nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam adalahmemperoleh surga. Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan "Burung elang hari Uhud."



Keteladanan Thalhah Bin Ubaidillah
1. Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia
Bagi keluarganya, masuk Islamnya Thalhah rhadiyallaahu 'anhu bagaikan petir di siang bolong. Keluarganya dan orang-orang sesukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah sangat kokoh, mereka akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memecut dan memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki Thalhah rhadiyallaahu 'anhu, yaitu ibu Thalhah, Ash-Sha'bah binti Al-Hadramy. Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu dan Thalhah rhadiyallaahu 'anhu, mengikat keduanya menjadi satu dan mendorong ke algojo hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar dan Thalhah digelari Al-Qarinain (sepasang sahabat yang mulia).

2. Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup.
Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian yang dihadapi Thalhah rhadiyallaahu 'anhu, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya antara lain Assyahidul Hayy (syahid yang hidup). Julukan ini diperolehnya dalam perang Uhud.

Saat itu barisan kaum Muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari sisi Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan Thalhah dari Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum Musyrikin. "Siapa berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga," seru Rasulullah. "Aku Wahai Rasulullah," kata Thalhah. "Tidak, jangan engkau, kau harus berada di tempatmu." "Aku wahai Rasulullah," kata seorang prajurit Anshar. "Ya, majulah," kata Rasulullah.

Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit kafir. Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan. Rasulullah kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja Thalhah mengajukan diri pertama kali.Tapi, senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11 prajurit Anshar gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah sendirian bersama Rasulullah, saat itu Rasulullah berkata kepada Thalhah, "Sekarang engkau, wahai Thalhah." Dan majulah Thalhah dengan semangat jihad yang berkobar-kobar menerjang ke arah musuh dan menghalau agar jangan menghampiri Rasulullah.

Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke bukit, kemudian kembali menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas. Saat itu Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah telah sampai di dekat Rasulullah. "Tinggalkan aku, bantulah Thalhah, kawan kalian," seru Rasulullah. Keduanya bergegas mencari Thalhah, ketika ditemukan, Thalhah dalam keadaan pingsan, sedangkan badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 70 luka bekas tebasan pedang, tusukan lembing dan lemparan panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah. Dikiranya Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup.

Karena itulah gelar syahid yang hidup diberikan Rasulullah. "Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah," sabda Rasulullah.

Sejak saat itu bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar rhadiyallaahu 'anhu, maka beliau selalu menyahut,"Perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya."

Hingga akhir hayatnya, perjuangan sahabat mulia itu tak kenal henti. Sebuah sejarah besar diukir, sejarah itu bernama "Thalhah bin Ubaidillah."

3. Thalhah Al-Jaud wal Fayyadh - Pribadi yang Pemurah dan Dermawan
Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa.

Thalhah merupakan salah seorang dari (8) delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu orang bernilai seribu orang. Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat.

Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan lembah ? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu. Ia adalah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan.

Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah rhadiyallaahu 'anhu, katanya, "Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang,sandang dan pangannya."

Jaabir bin Abdullah rhadiyallaahu 'anhu bertutur, "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta. Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Thalhah si dermawan", "Thalhah si pengalir harta", " Thalhah kebaikan dan kebajikan".

4. Thalhah Al-Khair  (Thalhah yang baik)
Thalhah rhadiyallaahu 'anhu adalah pedagang besar. Pada suatu sore hari dia mendapat untung dari Hadhramaut kira-kira 700.000 dirham. Malamnya dia ketakutan, gelisah dan risau. Maka ditanya oleh istrinya Ummu Kaltsum binti Abu Bakar As-Shiddiq, "Mengapa Anda gelisah, hai Abu Muhammad, Apa kesalahan kami sehingga Anda gelisah?" Jawab Thalhah, "Tidak! Engkau adalah isteri yang baik dan setia! Tetapi ada yang terfikir olehku sejak semalam, seperti biasanya pikiran seseorang tertuju kepada Tuhannya bila dia tidur, sedangkan harta ini bertumpuk di rumahnya.?" Jawab isterinya, Ummu Kalthum, "Mengapa Anda begitu risau memikirkannya. Bukankah kaum Anda banyak yang membutuhkan pertolongan Anda. Besok pagi bagi-bagikan wang itu kepada mereka?" Kata Thalhah, "Rahimakillah. (Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!). Engkau wanita beroleh taufiq, anak orang yang selalu diberi taufiq oleh Allah.? Pagi-pagi, dimasukkannya wang itu ke dalam pundi-pundi besar dan kecil, lalu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin kaum Muhajirin dan kaum Anshar."

Diceritakanya pula, seorang laki-laki pernah datang kepada Thalhah bin Ubaidillah meminta bantuannya. Hati Thalhah tergugah oleh rasa kasihan terhadap orang itu. Lalu katanya, "Aku mempunyai sebidang tanah pemberian Utsman bin 'Affan kepadaku, seharga tiga ratus ribu. Jika engkau suka, ambillah tanah itu, atau aku beli kepadamu tiga ratus ribu dirham?" Kata orang itu, "Biarlah aku terima uangnya saja." Thalhah memberikan kepadanya uang sejumlah tiga ratus ribu.

Beliau terkenal sebagai seorang yang sangat pemurah. Pada suatu masa beliau berhutang lima puluh ribu dirham dari Utsman bin Affan rhadiyallaahu 'anhu. Untuk beberapa lama beliau belum dapat membayar hutangnya itu. Suatu hari Thalhah bin Ubaidillah bersama dengan Utsman bin Affan yg sedang berjalan menuju ke Masjid besar Madinah. "Utsman." kata Thalhah bin Ubaidillah, "sekarang saya sudah mempunyai cukup uang untuk membayar hutang saya." "Saya hadiahkan uang itu kepadamu, sebab kau selalu berhutang bagi menanggung keperluan orang-orang lain," Jawab Utsman bin Affan rhadiyallaahu 'anhu.

Wafatnya Thalhah
Talhah bin Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 36 Hijrah bersamaan 656 Masehi. Thalhah wafat pada usia 60 (enam puluh) tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basra. Beliau meninggal dunia terkena panah pada peperangan Jamal. Sewaktu terjadi pertempuran "jamal", Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali, dan Ali memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam ia wafat. 

Tidak ada kegembiraan paling diharapkan sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam, melebihi kedudukan yang disandangkan kepada Thalhah bin Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu.

Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam pernah berkata kepada para sahabat, "Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi maka lihatlah Thalhah." 

Hal itu juga dikatakan Allaah dalam firman-Nya : "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allaah, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23).


Teriring doa untuk Thalhah bin Ubaidillah rhadiyallaahu 'anhu, semoga kita bisa mengambil manfaat dari kisah kehidupan beliau.